1.1 Latar Belakang
Norma atau kaidah adalah
ketentuan-ketentuan yang menjadi pedoman dan panduan dalam bertingkah laku di
kehidupan masyarakat. Norma berisi anjuran untuk berbuat baik dan larangan
untuk berbuat buruk dalam bertindak sehingga kehidupan ini menjadi lebih baik.
Norma–norma yang berlaku di masyarakat ada empat macam, yakni sebagai norma
agama, norma moral atau kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum. Norma
tersebut dapat diklasifikasikan misalnya norma yang berkaitan dengan aspek
kehidupan pribadi yaitu norma agama atau religi dan norma moral atau
kesusilaan. Sedangkan norma yang berkaitan dengan aspek kehidupan antarpribadi,
yaitu norma adat atau kesopanan dan norma hukum.
Norma Hukum adalah norma
atau peraturan yang timbul dari hukum yang berlaku. Norma hukum perlu ada untuk
mengatur kepentingan manusia dalam masyarakat agar memperoleh kehidupan yang
tertib. Jika norma ini dilanggar akan ada sanksi yang bersifat memaksa. Norma
hukum tertuang dalam peraturan perundang-undangan.
Menurut UU No. 18 tahun 2012
tentang ketahanan pangan menyebutkan tentang kondisi terpenuhinya pangan bagi
Negara sampai perorangan,yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik
jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta
tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat
hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Merujuk pada pengertian
tersebut terdapat unsur kertersediaan pangan sebagai bagian dari ketahanan
pangan. Peraturan perundang – undangan yang mendukung terciptanya ketahanan
pangan kedelai di Indonesia sudah cukup memadai namun terdapat kendala dan
implementasinya.
Negara Indonesia dengan
sumber daya alam yang melimpah dan potensi daerah yang beragam sangat
memungkinkan untuk dikembangkan sebagai basis dalam menciptakan ketahanan
pangan yang mandiri dalam meningkatkan swasembada kedelai. Dalam pelaksanaannya
diperlukan suatu komitmen yang tegas dan kemitraan berbagai pemangku
kepentingan untuk mengembangkan potensi lokal dengan mengkreasikan nilai
tambah melalui pengindustrian
keanekaragaman pangan.
Pada dasarnya, dalam rangka
mengimplementasikan amanat UU pangan tersebut, berbagai kebijakan pangan
khususnya kebijakan ketahanan pangan dalam bentuk peraturan perundang-undangan
di Indonesia telah cukup lengkap. Untuk meningkatkan komoditas kedelai sangat
penting artinya ketahanan pangan sehingga kita perlu mengupayakan semua daya
dan upaya untuk mencapai kekurangan ketahanan pangan kedelai. Pemerintah
melaksanakan kebijakan dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
peningkatan komoditas kedelai di wilayahnya masing-masing denga memperhatikan
pedoman, norma, standar, dan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Untuk meningkatkan komoditas
kedelai di Indonesia pemerintah harus melakukan analisis yang lebih mendasar
tentang sistem ketahanan pada kedelai dengan meningkatkan kondisi sumberdaya
yang ada baik dari sudut lingkungan (termasuk lingkungan alam) dan sumberdaya
manusia. Dengan kata lain kedelai perlu dikembangkan, sesuai sumber daya lokal
yang spesifik dengan itu penggalian, pemahaman, penguasaan dan pengembangan
pengetahuan dan teknologi pangan untuk menghasilkan komoditas kedelai.
1.2 Rumusan masalah
Merujuk
dari
latarbelakang, makalah yang
disorot
kecukupan
atas
ketersediaan
kedelai
di Indonesia.
-
Bagaimana
upaya
pemerintah
untuk
meningkatkan
produktivitas
kedelai di Indonesia?
-
Bagaimana
keterkaitan produktivitas dengan kesejahteraan petani kedelai ?
1.3 Tujuan
Untuk
memberikan
kontribusi
ketersediaan
khususnya
kedelai di Indonesia sebagai
bagian
dari
ketahanan
pangan.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada
hakikatnya merupakan suatu nilai yang menjadi sumber dari segala penjabaran
norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainnya. Di samping
itu, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar,
rasional, sistematis dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu
pemikiran filsafat adalah suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar yang memberikan
landasan bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang
bersifat praksis atau kehidupan nyata dalam masyarakat, bangsa dan negara maka
diwujudkan dalam norma-norma yang kemudian menjadi pedoman. Norma-norma itu
meliputi :
1. Norma Moral
Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk, sopan atau tidak sopan,
susila atau tidak susila.
2. Norma Hukum
Suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu
tempat dan waktu tertentu (dalam pengertian ini peraturan hukum). Dalam
pengertian itulah Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Pancasila pada
hakikatnya bukan merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat normatif
ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang
merupakan sumber norma. Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat
yang membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada seperti keadaan baik
buruknya) dan etika
dapat juga diartikan
sebgai ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa
kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan
bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. Pancasila memegang peranan dalam perwujutan
sistem etika yang baik di negara indonesia.
Setiap saat dan dimana
saja kita berada diwajibkan untuk beretika pada setiap tingkah laku yang
dilakukan. Seperti salah satunya yang tercantum dalam sila ke
dua “kemanusiaan yang adil dan beradab” maka
kehadiran pancasila dalam
membangun etika bangsa ini sangat berandil besar. Setiap sila merupakan azas dan fungsi
sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu
kesatuan. Maka bisa dikatakan bahwa fungsi Pancasila sebagai etika
sangat penting bagi masyarakat sebagai pedoman dalam menjalankan segala hal
pada berbagai bidang kegiatan di indonesia .
Pengertian Nilai,
Norma, dan Moral sebagai bagian sistem dalam membangun etika dari dalam
pancasila. Nilai (value) adalah
kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia.
Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok.
Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator)
sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu
wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan karya.
Norma adalah aturan-aturan yang berisi petunjuk tingkah laku yang
harus atau tidak boleh dilakukan manusia dan bersifat mengikat. Macam-macam
norma yang telah dikenal luas ada empat, yaitu : norma agama, kesusilaan, hukum
dan sosial. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk,
yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma-norma
yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak secara moral.
Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral
dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar,
baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai
dan norma yang mengikat kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Berdasarkan landasan
tersebut, Produktifitas Kedelai untuk Ketersediaan Pangan dikaitan dengan
sistem etika pancasila dalam mempertahankan ketahanan pangan sebagai sistem
etika yang berkaitan dengan norma hukum, dimana norma hukum tersebut mengandung
nilai undang-undang yang penting tentang ketahanan pangan. Salah satunya adalah undang-undang
No 18 tahun 2012 tentang ketahanan pangan menyebutkan tentang kondisi
terpenuhinya pangan bagi Negara sampai perorangan, yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam,
bergizi, merata dan terjangkau secara berkelanjutan.
2.2
Hubungan Pancasila dengan ketahanan pangan
Nilai-nilai kemanusiaan (termuat dalam
Pancasila) melekat dalam ketahanan pangan. Secara eksternal, memang harus ada
ketersediaan pangan (dunia), namun secara internal juga harus kuat (kedaulatan
pangan nasional). Begitu pula, nilai-nilai bangsa yang berdaulat dan
berkeadilan, yang kesemuanya merupakan cerminan dari landasan nilai-nilai yang
terkandung dalam ideologi Pancasila, harus mampu mengisi dan diimplementasikan
dalam setiap visi pembangunan, seperti kebijakan ketahanan pangan. Sehingga
melindungi rakyat untuk dapat hidup makmur dan sejahtera. Oleh karena itu,
ketahanan pangan harus mampu menciptakan kedaulatan pangan yang berarti
masyarakat hidup dalam suasana ketersediaan pangan yang tidak tergantung pada
negara lain (impor).
Sebagai
hak rakyat untuk menentukan kebijakan dan strategi atas produksi, distribusi
dan konsumsi pangan yang berkelanjutan dan menjamin hak atas pangan bagi
seluruh penduduk bumi, maka kedaulatan pangan benar-benar dapat dijadikan tolok
ukur guna menguji sampai sejauh mana kebijakan ketahanan pangan nasional dapat
diwujudkan dalam kehidupan keseharian masyarakat. Dalam sila kedua yaitu
kemanusiaan yang adil dan beradab maka Pemerintah harus benar-benar bisa
melindungi hak rakyat atas pangan. Dari kebijkan ini yang diharapkan adalah
pemulihan maratabat manusia Indonesia tercipta denga kembalinya hak rakyat atas
pangan.
Sila kedua ini berkaitan
dengan sila ke lima yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Konsep
keadilan Indonesia adalah mengarah pada kesejahteraan rakyat. Hal tersebut berarti tidak satu pun
rakyat Indonesia dibiarkan dalam kondisi tidak sejahtera. Untuk dapat
mewujudkannya maka peran negara dalam mengatur ekonomi Indonesia tetap
dibutuhkan termasuk soal pertanian dan pangan.
Rakyat
yang merasakan dampaknya harus berhak mengetahui dan menentukan kebijakan
pangan terutama dalam
hal ini petani kedelai. Keadilan sosial ini memfokuskkan diri
pada perhatian pada struktur masyarakat yang paling bawah dengan usaha
mengangkat kesejateraan mereka. Karena kalau tidak, rakyat yang kelaparan akan
membuat terganggunya stabilitas sebuah negara.
Pancasila
dan Konstitusi tercantum tujuan yang pasti yaitu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia dan bagaimana negara mempunyai kewajiban untuk membantu warga
negara meraihnya. Konstitusi memberi ruang pada
pemerintah untuk ikut campur dalam ekonomi negara demi tercapainya cita-cita
bersama Indonesia yaitu negara kesejahteraan. Setiap warga negara harus mampu
mencapai taraf kehidupan ekonomi yang layak bagi martabat kemanusiaan, paling tidak, dapat menciptakan kesempatan
yang sama bagi setiap warga negara untuk menggunakan haknya. Campur tangan
negara harus ada dalam kebijakan pangan karena Pangan merupakan nilai
fundamental dari sebuah program yang dijalankan suatu pemerintahan. Namun demikian tidaklah berarti
bahwa kebebasan individu dilarang. Kebebasan individu termasuk dalam sektor
pertanian dan pangan diperbolehkan sejauh tidak bertentangan dan merugikan
masyarakat umum.
Diperkirakan
60% rakyat Indonesia setiap harinya mengonsumsi tahu dan tempe. Seperti yang
kita tahu bahwa bahan baku utama dari produk tersebut adalah kedelai. Maka
terlihat besarnya ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap kedelai. Kebutuhan
kedelai terus meningkat setiap
tahunnya baik sebagai bahan pangan utama, pakan ternak maupun
sebagai bahan baku industri skala besar (pabrikan) hingga skala kecil (rumah
tangga).
Kebutuhan kedelai rata –
rata setiap tahunnya ± 2.300.000 ton. Produksi dalam negeri pada tahun
2011 menurut BPS[1]
baru dapat memenuhi sampai ±851,28 ribu ton sedangkan pada tahun 2010 produksi sebesar ±907.031. Bedasarkan ARAM[2] I
diperkirakan produksi kedelai pada tahun 2012 sebesar ±779,74 ribu ton. Terlihat pada data dari BPS bahwa
dari tahun ke tahun selain kebutuhan yang meningkat namun tidak diiringi dengan
produksi yang meningkat. Produksi kedelai dari tahun ke tahun justru menurun.
Menurunnya produksi kedelai ini diperkirakan karena penurunan luas panen seluas
55,56 ribu hektar yakni 8,93%.
Kekurangan dari kebutuhan dipenuhi dengan impor.
Besarnya impor mengakibatkan kita kehilangan devisa negara yang cukup besar dan
rentan dengan Ketahanan Pangan. produksi yang rendah disebabkan oleh beberapa
hal yaitu rendahnya proktivitas. Petani rata-rata hanya
mencapai 13,78 ku/ha[3]
(ARAM III Tahun 2011, BPS), sedangkan potensi produksi beberapa varietas unggul
dapat mencapai 20,00– 35,00 ku/ha.
Hal tersebut disebabkan karena belum diterapkan teknologi
spesifik lokasi.
Selain
itu harga kedelai di tingkat petani yang fluktuatif dan cenderung rendah menjadi penyebab utama
kurangnya minat petani menanam kedelai.
Banyak kendala dalam produktivitas kedelai beberapa
diantaranya dikarenakan kompetisi lagan dengan komoditas lain, penerapan
teknologi yang berjalan lambat, penggunaan benih bermutu yang rendah, lemahnya
akses petani terhadap pemodalan usahanya. Terdapat pula kendala diluar sektor
pertanian yakni berkurangnya ketersediaan lahan karena alih fungsi lahan, laju
pertumbuhan penduduk yang tinggi dan kebijakan impor yang tidak dibatasi dalam
Bea Masuk [4] 0%.
Produksi
kedelai dari tahun ke tahun terus
fluktuatif. Dalam 5 tahun terakhir terjadi
peningkatan yang sangat kecil yaitu luas panen sebesar 2,72 %, produktivitas
1,22 % dan produksi 4,06 %. Produksi
tertinggi kedelai terjadi pada tahun 2008 dan 2009, hal ini dikarenakan kondisi
harga kedelai cukup menarik sehingga petani memiliki keinginan untuk menanam kedelai.
Keragaan luas panen, produktivitas dan produksi kedelai tahun 2003 -2012 secara
rinci dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Tabel keragaan
luas panen, produktivitas dan produksi kedelai tahun 2008 -2012
No
|
Tahun
|
Luas Panen
|
Produktivitas
|
Produksi
|
|||
(Ha)
|
%
|
(Ku/Ha)
|
%
|
(Ton)
|
%
|
||
1
|
2008
|
459116
|
-20,91
|
12,91
|
0,23
|
592534
|
-20,74
|
2
|
2009
|
590956
|
28,72
|
13,13
|
1,70
|
775710
|
30,91
|
3
|
2010
|
722791
|
22,31
|
13,48
|
2,67
|
974512
|
25,63
|
4
|
2011
|
660823
|
-8,57
|
13,73
|
1,85
|
907031
|
-6.92
|
5
|
2012
|
631425
|
-4,45
|
13,78
|
0,36
|
870068
|
-4,08
|
Pertumbuhan
|
|
2,72
|
|
1,22
|
|
4,06
|
Produktivitas kedelai akan dapat tercipta jika
didukung dengan penyediaan sarana produksi, kebijakan harga dan pemasaran
kedelai, serta penyediaan anggaran dan pembiayaan. Adapun rencana kedelai untuk
tahun 2014. Dalam upaya peningkatan produksi kedelai untuk swasembada maka
dilakukan penetapan sasaran luas tanam, luas panen, produktivitas kedelai.
Hal yang paling utama adalah mengidentifikasi
permasalahan dalam ketahanan pangan. Dalam mewujudkan ketahanan pangan perlu
dilakukan upaya untuk memperhatikan SDM[5],
kelembagaan dan budaya lokal, sehingga permasalahan dapat diidentifikasi dan
penyelenggaraan ketahanan pangan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien,
yaitu memberikan informasi dan pelatihan penyelenggaraan ketahanan pangan,
membantu kelancaran penyelenggaraan ketahanan pangan, meningkatkan motivasi
masyarakat dalam penyelenggaraan ketahanan pangan, dan meningkatkan kemandirian
rumah tangga dalam mewujudkan ketahanan pangan.
Beberapa strategi yang dilakukan untuk peningkatan
produksi adalah meningkatkan produktivitas, perluasan areal dan optimasi lahan,
pengamanan produksi, dan perbaikan manajemen. Dalam meningkatkan produktivitas
dilakukan dengan cara penerapan teknologi tepat guan spesifik, pengembangan
teknologi, dan penurunan kehilangan hasil.
Selanjutnya dalam perluasan lahan dan optimasi lahan dilaksanakan
melalui pencetakan lahan baru, optimasi lahan melauli peningkatan indeks
pertanaman. Pada pengamanan produksi dilakuakn untuk mengamankan produksi dari
serangan hama dan penyakit, serta iklim seperti banjir dan kekeringan.
Perbaikan manajemen dilakukan dengan salah satu diantaranya penataan kebijakan
subsidi pertanian.
Selain upaya pemerintah penting untuk mencegah
pemanfaatan kekuasaan untuk kepentingan kelompok dalam masalah pangan.
Ketersediaan pangan sangat penting bagi upaya mewujudkan ketahanan pangan
masyarakat. Atas dasar itu, petani sebagai ujung tombak pengembangan pertanian
perlu diberdayakan, ditingkatkan pengetahuan, ketrampilan dan dukungan dana
secara nyata dalam mendukung percepatan produksi pertanian dan mengeliminir
timbulnya kerawanan pangan. Dengan
pemberdayaan petani sehingga mampu swasembada pangan maka aksi-aksi sepihak
dengan memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan kelompok dapat dicegah karena
terwujudnya kemandirian petani dalam menyelenggarakan ketahanan pangan.
2.5 Swasembada kedelai
Swasembada
dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan. Swasembada pangan
kedelai kemampuan untuk mangadakan sendiri kebutuhan pangan dengan
bermacam-macam kegiatan yang dapat menghasilkan kebutuhan yang sesuai
diperlukan masyarakat indonesia dengan kemampuan yang dimiliki dan pengetahuan
lebih yang dapat menjalankan berbagai kegiatan, termasuk ekonomi terutama
dibidang kebutuhan pangan. Kebijakan pembangunan
pertanian Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 berkaitan dengan pembangunan
ketahanan pangan salah satunya pencapaian swasembada kedelai. Swasembada pangan
sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, yang sejauh mungkin berasal dari pasokan
domestik dengan meminimalkan ketergantungan pada perdagangan pangan. Untuk
pencapaian Swasembada berkelanjutan kedelai, pemerintah pernah mentargetkan
produksi 2,7 juta ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 20,05 persen per
tahun).
Upaya
swasembada kedelai mengacu pada Indikator keberhasilan
kinerja Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan
Untuk mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan adalah perluasan
penerapan budidaya tanaman pangan yang tepat yang didukung oleh sistem
penanganan pascapanen dan penyediaan benih serta pengamanan produksi yang
efisien untuk mewujudkan produksi tanaman pangan yang cukup dan berkelanjutan.
Pelaksanaan Program Pengelolaan Produksi, Produktivitas dan Mutu Kedelai
dilakukan melalui tahapan kegiatan antara lain :
1. Penetapan
sasaran luas tanam, luas panen, produktivitas, dan produksi
bulanan
dan tahunan
2. Penyusunan
kegiatan untuk pencapaian sasaran produksi
3. Penyusunan
kebutuhan sarana prasarana faktor
produksi
4. Monitoring
dan evaluasi pencapaian sasaran luas tanam, luas panen, produktivitas, dan produksi
bulanan, triwulan dan tahunan
5. Koordinasi
dan monitoring daerah pengembangan
kedelai
Upaya
pemerintah dalam mewujudkan swasembada kedelai diatur dalam Kementerian
Pertanian (Kementan) RI yang menunjukkan optimisme pencapaian swasembada
kedelai di tahun 2014. Namun semakin dekat dengan tahun 2014, timbul keraguan
akan pencapaian swasembada kedelai di tahun 2014. Pertumbuhan
permintaan kedelai selama 15 tahun terakhir cukup tinggi, namun tidak mampu
diimbangi oleh produksi dalam negeri, sehingga harus dilakukan impor dalam
jumlah yang cukup besar. Harga kedelai impor yang murah dan tidak adanya tarif
impor menyebabkan tidak kondusifnya pengembangan kedelai di dalam negeri. Produksi kedelai dalam negeri masih terbatas sehingga
masih butuh impor untuk memenuhi kebutuhan di Indonesia. Ketergantungan impor
kedelai ini bisa menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan kita. Pencapaian
mimpi swasembada perlu ditinjau dari kenyataan luas tanam dan produktivitas
kedelai di Indonesia. Bila produktivitas kedelai di Indonesia adalah 1.3
ton/ha, diperlukan luasan 1.7 juta ha areal tanam untuk menghasilkan 2.2 juta
ton kedelai. Kenyataannya, alokasi areal tanam kedelai di Indonesia hanya 0.8
juta ha. Dalam hal ini, masih dibutuhkan areal tanam tambahan sebesar 53%. Upaya
peningkatan produksi kedelai juga dapat ditempuh dengan perbaikan produktivitas
kedelai dengan perbaikan varietas dan teknik budidaya kedelai serta
mensejahterakan petani kedelai.
2.6 Dampak
swasembada kedelai dan kesejahteraan petani
kedelai
Dalam upaya meningkatkan produksi
kedelai pemerintah telah menggulirkan Program Bangkit Kedelai dan program ini
akan berhasil bila bertujuan
yang bersifat makro sejalan dengan tujuan petani dalam peningkatan pendapatan
dan kesejahteraannya. Dalam hal ini, keserasian langkah-langkah
penyelenggaraannya secara simultan kedua tujuan tersebut di atas diperlukan
untuk mewujudkan partisipsi petani. Secara sederhana, menurut Adjid et al.
(1979) partisipasi berarti ikut ambil bagian dan saling berbagi sesuatu yang merupakan
manifestasi dari perilaku seseorang dalam mewujudkan perannya sesuai harapan
masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu. Upaya mengajak petani berpartisipasi
dalam pengembangan kedelai perlu ditempuh dengan metode dan cara yang layak. Kebijakan
yang ditempuh untuk swasembada kedelai tahun 2014 pada dasarnya diarahkan untuk
mendorong terwujudnya usaha tani kedelai yang memiliki daya saing terhadap
kedelai impor, memenuhi kebutuhan kedelai
nasional
serta untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Dasar pengambilan kebijakan
tersebut berasal dari 4 (empat) Sukses Program Kementerian Pertanian, Gema
Revitalisasi Pertanian. Kebijakan – kebijakan yang di tempuh meliputi:
1. Meningkatkan
produksi kedelai menuju swasembada tahun 2014
2. Mengembangkan
agribisnis kedelai dengan menumbuhkembangkan
peran
swasta, koperasi dan BUMN
3. Meningkatkan
sumber permodalan usaha tani yang mudah di akses petani
4. Mengembangkan
sistem pemasaran hasil panen dan merevitalisasi tata niaga yang kondusif bagi petani
Secara
operasional, kebijakan pembangunan tanaman pangan khususnya untuk Direktorat
Aneka Kacang dan Umbi diprioritaskan pada pencapaian swasembada kedelai tahun
2014. Dalam pencapaian swasembada tersebut perlu didukung oleh iklim berusaha tani yang kondusif.
3.1 Kesimpulan
Ketahanan pangan
dalam hal ini khususnya kedelai. Produktivitas kedelai selama ini setiap
tahunnya selalu menurun, maka dilakukan beberapa upaya untuk meningkatkan
produktivitas tersebut. Dengan persiapan swasembada kedelai juga diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan petani kedelai.
Dalam meningkatkan ketahanan
pangan penting juga untuk menumbuhkan rasa sadar ketahanan pangan pada masyarakat
serta membina generasi muda agar semakin
sadar akan pentingnya ketahanan pangan. Pendidikan serta pemahaman perlu
diajarkan untuk generasi muda. Agar dapat diimplementasikan dengan tepat dan
sesuai dengan etika pancasila.
Perlu dipertimbangkan dan
ditetapkan ketentuan untuk bea masuk agar membatasi impor kedelai. Maka dengan
begitu hal tersebut memicu petani setempat bersedia meningkatkan produktivitas
dengan menanam kedelai. Diperlukan juga campur tangan dari pemerintah agar
mempermudah dalam hal permodalan kepada para petani dengan tanpa membebankan
bunga yang tinggi. Kemudian perlu dikembangkan dan dilaksanakan teknologi yang
aplikatif (mudah aplikasinya).
SARAN:
Mevi:
memperdalam bahasan UU No.18/2002, analisis kedelai, pemecahan masalah
TANYA:
1. Desi
Kel.6: Bagaimana menanggulangi impor kedelai
2. Suci
kel.10: faktor apa penyebab harga kedelai naik
3. Astrid
kel.10: Kenapa produksi terus turun?
4. Galih
kel.8: Bagaimana mendapatkan produk kedelai yg baik?
5. Syafiudin
kel.2: bagaimana caranya petani kembali lagi memproduksi dri bahan pokok ke
kedelai
6. Yenita
kel.3: hub kedelai dg sistem etika pancasila dan bagaimana dari petani agar
kedelai diterima pasar
7. Dolfina:
Langkah konkret pemerintah yang sudah dilakukan menuju swasembada kedelai 2014
8. Annisa:
apakah penting karena kedelai itu tanaman subtropis dan seberapa penting
produktivitas kedelai?
9. Sonya:
menempatkan sasaran luas tanam
DAFTAR PUSTAKA
Adjid, D.A., FL
Suwardi, dan M.G. Tan. 1979. Evaluasi Pelaksanaan Intensifikasi Pacli dan
Palawija Tahun 1971-1978. Laporan Bidang Penelitian Partisipasi Petani. Kerja
Sama Badan Pengendali Bimas dan Universitas Padjadjaran, Bandung. [23 Februari 2013]
Alifien.Upaya Menggenjot Produksi Kedelai, Upaya Semua
Pihak http:// www. technology-indonesia.com/component/content/article/25pertanian/351-u paya-menggenjot-produksi-kedelai-upaya-semua-pihak [22februari 2013]
Anonim. 2013. Swasembada kedelai 2014 Indonesia hendak
direkam http://hansdw08.student.ipb.ac.id/tag/swasembada-kedelai-2014/
[22 februari 2013]
Badan Pusat Statistik. 2012. Berita Resmi Statistik.
Produksi Padi Jagung dan Kedelai No.43/07/Th.XV.
Oleh :
Ayu Putri Dharma J3E111050
Herni Putriyatus S J3E111021
Ayu Putri Dharma J3E111050
TrianaWulan Sari
J3E111074
Mentari Larashinda J3E111100
Juliana Tanjung J3E111134
Langgeng Edy C J3E211165
Tidak ada komentar:
Posting Komentar