BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan
memiliki peran strategis dengan dimensi yang sangat luas dan komplek.
Ketersediaan dan distribusi pangan serta keterjangkauan daya beli masyarakat
bahkan menjadi issue sentral dalam kebijakan pembangunan Nasional dan Daerah.
Jaminan ketersediaan pangan bagi seluruh masyarakat berperan penting bagi
terciptanya stabilitas ekonomi, sosial, dan politik nasional. Oleh karena itu,
suatu upaya pemenuhan kebutuhan pangan dan penciptaan ketahanan pangan selalu
mendapat prioritas dan kebijakan Pembangunan Nasional.
Menurut UU RI No. 7 Tahun 1996
Pangan merupakan kebutuhan
dasar manusia paling utama, karena itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari
hak azazi individu. Pemenuhan pangan juga sangat penting sebagai komponen dasar
untuk membentuk sumber daya manusia berkualitas untuk melaksanakan pembangunan.
Pangan yang aman, bermutu, bergizi, beragam dan tersedia cukup merupakan
persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem
pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta berperan
dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Pada
tahun 2004, dibidang pembangunan daerah terutama ditujukan untuk mengurangi
kemiskinan di wilayah perkotaan maupun perdesaan melalu pemberdayaan
masyarakat, pelaksanaan otonomi daerah yang lebih berkualitas termasuk aparat
pemerintah daerah yang bersih dan akuntabel sejalan dengan perkembangan politik
yang ada. Oleh karena itu, peran pemerintah daerah sangatlah penting dalam membangun ketahan
pangan di Indonesia.
Saat
ini pemenuhan kebutuhan makanan pokok diberbagai daerah di Indonesia bertumpu
pada beras. Fakta menunjukan bahwa ketergantungan pada satu jenis karbohidrat
melemahkan ketahanan pangan. Oleh karena itu diperlukan sumber karbohidrat lain
yang berbasis pada sumber daya lokal.
Menurut
Anonim (2012) pangan lokal adalah pangan yang diproduksi didaerah
setempat untuk dikonsumsi dan atau tujuan ekonomi. Dengan demikian pangan lokal
adalah pangan yang bukan hasil impor. Jagung merupakan salah satu jenis bahan pangan yang berpotensi
dikembangkan sebagai pangan lokal.
Jagung
juga sudah dikenal oleh masyarakat dari segi nutrisi, kandungan gizi jagung juga cukup
lengkap dan energinya setara dengan beras. Akan tetapi pada faktanya, penggunaan
sebagai bahan pakan yang sebagian besar untuk ternak ayam ras menunjukkan
tendensi makin meningkat setiap tahun dengan laju kenaikan lebih dari 20%.
Sebaliknya, penggunaan jagung untuk bahan pangan menurun (Adisarwanto dan Erna, 2000).
2.1 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penulis menguraikan mengenai
pemanfaatan jagung sebagai pengganti beras upaya membangun ketahanan pangan
yang berhubungan dengan otonomi daerah. Berdasarkan uraian pada latar belakang
diatas, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana jagung dapat mengatasi
ketahanan pangan daerah-daerah di Indonesia?
2. Bagaimana setiap daerah membangun
system dan usaha agribisnis jagung?
3. Apa upaya pemerintah membangun ketahanan pangan dalam
pemanfaatan jagung ?
3.1 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini
antara lain sebagai berikut:
1. Mengetahui bagaimana jagung dapat
mengatasi ketahanan pangan daerah-daerah di Indonesia.
2. Menganalisis membangun sistem dan
usaha agribisnis jagung
3.
Mengetahui upaya pemerintah membangun ketahanan pangan
dalam pemanfaatan jagung.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesi
No. 68 tahun 2002 tentang ketahanan pangan dalam BAB VI Pasal 13 ayat 1
tertulis dengan jelas bahwa “Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota
dan/atau Pemerintah Desa melaksanakan kebijakan dan bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan ketahanan pangan di wilayahnya masing-masing, dengan
memperhatikan pedoman, norma, standar, dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat”. Demi menguatkan peran dan tanggung jawab pemerintah daerah
juga ada kesempatan bersama Gubernur/ ketua Dewan Ketahanan Pangan Provinsi
yang salah satunya adalah “untuk mengembangkan berbagai program dan kegiatan
ketahanan pangan yang komprehensif serta berkesinambungan dalam rangka
memantapkan ketahanan pangan nasional”. Program dan kegiatan tersebut menjadi
prioritas program pembangunan daerah.
Program
peningkatan ketahanan pangan dimaksudkan untuk mengoperasionalkan pembangunan
dalam rangka membangun sistem ketahanan pangan baik di tingkat nasional maupun
ditingkat masyrakat. Pangan dalam arti luas mencakup pangan yang berasal dari
tanaman, hasil ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat,
protein, lemak, dan vitamin serta mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan
kesehatan manusia.
Image
atau
citra bahwa pangan hanya disimbolkan dengan beras semata adalah meruapakan inti
permasalahannya. Semua orang seperti didorong makan nasi alias beras. Padahal
masih banyak sumber pangan lain yang dapat kita manfaatkan untuk mengganti
ataupun melengkapi konsumsi beras ini. Ada singkong, ubi jalar, sagu, jagung,
suweg, gembili, kentang, ganyong, dan masih banyak bahan alternatif lainnya
yang nilai gizinya tidak kalah, bahkan memiliki kelebihan dibandingkan beras.
Misal pada biji jagung yang memiliki kandungan vitamin A paling tinggi diantara
biji-bijian lainnya.[1]
Mantan
Menteri Pertanian Anton Apriantono mengatakan perlu adanya perbaikan pola pikir
(mindset) masyarakat Indonesia, tentang pangan yang dikonsumsi. Menurut
dia, selama ini orang selalu menganggap bahwa yang namanya makan itu harus
nasi. Hal itu dilontarkan Pak Anton, saat ditanya tanggapannya tentang
pernyataan Anggota Komisi VI DPR Hasto Kristianto yang mengatakan Indonesia tengah
menghadapi krisis pangan .[2]
Nasi adalah primadona bagi sebagian masyarakat Indonesia. Jika belum makan
dengan nasi serasa belum makan. Hal ini yang terjadi pada sebagian masyarakat Indonesia.
Memang tidak ada yang di rugikan namun upaya pemerintah dalam penganekaragaman
pangan atau diversifikasi pangan terhambat.
Ketahanan pangan menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan
nasional. Ada tiga alasan utama yang melandasi adanya kesadaran dari semua
komponen bangsa atas pentingnya ketahanan pangan yaitu: (1) akses atas pangan yang cukup dan bergizi bagi setiap penduduk merupakan
salah satu pemenuhan hak azasi manusia; (2) konsumsi pangan dan gizi yang cukup merupakan basis bagi pembentukan
sumber daya manusia yang berkualitas;(3) ketahanan pangan merupakan basis bagi ketahanan ekonomi, bahkan bagi
ketahanan nasional suatu negara berdaulat.
Salah satu bahan pangan sebagai pengganti beras atau
nasi adalah jagung. Jagung
merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam
80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif
dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Jagung dapat ditanam diberbagai
daerah di Indonesia contohnya Jawa Timur : 5 jt ton; Jawa Tengah : 3,3 jt ton;
Lampung : 2 jt ton; Sulawesi Selatan: 1,3 jt ton; Sumatera Utara :
1,2 jt ton; Jawa Barat : 700 – 800 rb ton, sisa lainnya (NTT, NTB, Jambi
dan Gorontalo) dengan rata-rata produksi jagung nasional 16 jt ton per tahun.
2.1 Peranan Jagung dalam Ketahanan Pangan
Selama ini komoditas pangan yang diusahakan petani
adalah padi dan jagung. Oleh karena itu untuk memperkokoh ketahanan pangan komoditas
jagung yang merupakan bahan pangan setelah komoditas padi, maka perlu
dipertahankan. Dengan pergeseran pola makan petani, jagung yang semula
diusahakan sebagai sumber pangan menjadi salah satu sumber pakan ternak, dan
kebutuhannya memperlihatkan tren meningkat. Untuk mencukupi kebutuhan pangan
dan pembuatan pakan ternak tersebut, makan kontinuitas ketersedian jagung harus dapat dipertahankan, karena jagung merupakan
salah satu komponen bahan pakan yang harganya relatif murah.
Jagung bisa dipilih sebagai pengganti
beras karena nilai gizinya tinggi dalam 100 gram jagung terdapat energi 154
kilokalori. Jagung juga mengandung antioksidan dan kaya betakaroten sebagai
pembentuk vitamin A. Tak hanya itu, jagung merupakan sumber asam lemak esensial
linolenat yang penting untuk pertumbuhan dan kesehatan kulit, dan juga kaya akan
serat.
Jagung saat ini
sering dikonsumsi oleh sebagian masyarakat Indonesia sebagai pengganti nasi,
dalam berpartisipasi untuk pelaksanaan diversifikasi pangan yang dicanangkan
oleh pemerintah dan lembaga-lembaga yang terkait. Itulah sebabnya mengapa
akhir-akhir ini banyak petani yang menanam jagung sebagai alternatif pengganti makanan pokok berupa
nasi yang sering dikonsumsi oleh orang Indonesia. Budidaya tanaman jagung tidaklah
sulit dan tidak begitu membutuhkan perlakuan ekstra seperti yang dilakukan pada
budidaya tanaman padi.
Sebagai
contoh daerah yang memanfaatkan jagung sebagai pengganti beras adalah daerah
Kalimantan Tengah. Produksi jagung di Kalimantan Tengah mengalami peningkatan
pada tahun 2004 sebesar 969 ton sedangkan pada tahun 2005 mencapai 2400 ton
yang tersebar diseluruh kabupaten/kota di Kalimantan Tengah (BPS Kalimantan
Tengah, 2006).
Dari data BPS[3]
Kalimantan Tengah tersebut menunjukan bahwa produksi jagung disalah satu daerah
di Indonesia berpeluang untuk dilakukannya diversifikasi pangan. Diversifikasi
pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahan pangan.
Diversifikasi konsumsi pangan tidak hanya sebagai upaya mengurangi
ketergantungan pada beras tetapi juga peningkatan gizi untuk mendapatkan
manusia yang berkualitas dan mampu berdaya saing dalam percaturan globalisasi (Himagizi,
2009).
Pengelolaan usaha tani jagung yang optimal berpeluang
meningkatkan keuntungan finansial yang berarti, sehingga membuka peluang peningkatan
pendapatan petani. Dalam pengelolaan usaha tani jagung tersebut diperlukan teknologi
untuk meningkatkan kapasitas produksi diantaranya benih unggul, hasil tinggi.
Ciri utama benih unggul baru adalah sangat responsive terhadap input yang
diberikan sehingga jumlah produksi dapat dinaikan.[4]
2.1.1 Kandungan Gizi dalam Jagung
Jagung merupakan
salah satu komoditas utama pertanian sebagai bahan pangan penting selain padi.
Jagung merupakan salah satu komoditas palawija utama penghasil karbohidrat dan
merupakan menu makanan yang bersifat substitusi atau suplemen bagi manusia. Jagung
sebagai salah satu sumber hidrat arang dapat dijadikan makanan pengganti nasi. Jagung mengandung 361 kal/ gram bahan, sedangkan beras mengandung 360
kal/100 gram bahan. Kandungan protein dan lemak jagung bahkan lebih tinggi dari
pada beras. Kandungan protein jagung 9,0 gram/100 gram bahan, sedangkan beras
hanya 7,6 gram/100 gram bahan. Kandungan lemak jagung 4,5 gram/100 gram bahan
sedangkan beras 0,7 gram/ 100 gram bahan. Demikian pula dengan kandungan yang
lain, jagung lebih unggul dari pada beras. Kandungan kalsium, fosfor dan zat
besi jagung berturut-turut 9 mg, 380 mg, 4,6 mg/ 100 gram bahan, sedangkan
beras 6 mg, 147 mg, 8,8 mg/ 100 gram bahan. Secara lengkap kandungan gizi
jagung dan beras diperlihatkan dalam tabel 1.
Tabel 1 1Kandungan Gizi Pada Jagung
Kandungan Gizi
|
Jagung
|
Beras
|
Energi (kal)
|
361
|
360
|
Karbohidrat (g/100g)
|
72
|
79
|
Protein (g/100g)
|
9,0
|
7,6
|
Lemak (g/100g)
|
4,5
|
0,7
|
Ca (mg/100g)
|
9
|
6
|
P (mg/100g)
|
380
|
147
|
Fe (mg/100g)
|
4,6
|
0,8
|
Salah satu
kelebihan lain jagung adalah kandungan provitamin A yang tinggi dalam bentuk
pigmen. Oleh para ahli, jagung memiliki kandungan nutrisi tinggi yang
bermanfaat bagi tubuh. Jagung kaya akan vitamin B1 yang bermanfaat untuk
penyerapan karbohidrat dalam tubuh, dan vitamin B5 yang membantu normalnya
fungsi-fungsi fisiologis, dan vitamin C yang membantu melawan penyakit.
Kandungan folat jagung juga dinilai dapat membantu menghasilkan sel-sel
baru di dalam tubuh. Tak dipungkiri, jagung juga makanan tinggi serat, jagung
pun berperan menurunkan kadar kolesterol dengan cara menyerap koresterol jahat,
mengurangi risiko kanker usus besar, serta menurunkan kadar gula dalam darah.
Nilai lebih lain dari jagung adalah kandungan komposisi gizinya lebih komplek
dibanding beras.
2.1.2 Produktivitas Jagung di Indonesia
Sebagai salah satu alternatif pangan
pokok jagung sudah popular di seluruh dunia. Di Indonesia, daerah-daerah
penghasil utama tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur,
Madura, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara,
Sulawesi Selatan dan Maluku. Khusus di daerah Jawa Timur dan Madura,
tanaman jagung dibudidayakan cukup intensif. Daerah-daerah tersebut dijadikan
komuditas utama dalam penghasil jagung.
Karena daerah tersebut memiliki lahan pertanian yang luas hingga sangat
mendukung untuk pertumbuhan tanaman jagung. Perkembangan jagung juga
dipengaruhi oleh kondisi pertanamannya.
Kondisi tersebut karena tanaman jagung
mempunyai adaptasi yang luas dan relatif mudah dibudidayakan, sehingga
komoditas ini ditanam oleh petani di Indonesia padalingkungan fisik dan
sosial-ekonomi yang sangat beragam. Jagung dapat ditanam pada lahan kering,
lahan sawah, lebak, dan pasang-surut, dengan berbagai jenis tanah, pada
berbagai tipe iklim, dan pada ketinggian tempat 0–2.000 m dari permukaan laut.
Selama periode 2001-2006, rata-rata luas
areal pertanaman jagung di Indonesia sekitar 3,35 juta ha/tahun dengan laju
peningkatan 0,95% pertahun. Luas areal pertanaman jagung menduduki urutan kedua
setelah padi sawah. Jika dibandingkan dengan komoditas lain, luas pertanaman
jagung hanya 0,32 kali dari luas pertanaman padi, dan 5,32 kali luas pertanaman
kedelai (Tabel 1).
Produktivitas jagung di Indonesia masih
sangat rendah, baru mencapai 3,47 t/ha pada tahun 2006, namun cenderung
meningkat dengan laju 3,38% per tahun. Masih rendahnya produktivitas
menggambarkan bahwa penerapan teknologi produksi jagung belum optimal. Dalam
periode 1990-2006, produksi jagung rata-rata 9,1 juta ton dengan laju
peningkatan 4,17% per tahun (Tabel 2). Terindikasi bahwa peningkatkan produksi
jagung di Indonesia lebih ditentukan oleh perbaikan produktivitas daripada
peningkatan luas panen (laju peningkatan 0,96%).
Jagung dibudidayakan pada lingkungan
yang beragam. Hasil studi Minket al.
(1987) menunjukkan bahwa sekitar 79% areal pertanaman jagung terdapat di
lahan kering, 11% terdapat di lahan sawah irigasi, dan 10% di sawah tadah
hujan. Saat ini data tersebut telah mengalami pergeseran. Berdasarkan estimasi
Kasryno (2002), pertanaman jagung di lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan
meningkat berturut-turut menjadi 10-15% dan 20-30%, terutama di daerah produksi
jagung komersial.
Penerapan inovasi teknologi di tingkat
petani masih beragam, bergantung pada orientasi produksi (subsisten, semi komersial,
komersial), kondisi kesuburan tanah, risiko yang dihadapi, dan kemampuan petani
membeli atau mengakses sarana produksi. Penyebaran penggunaan varietas pada
tahun 2005 adalah 22% hibrida, dan selebihnya komposit (unggul dan lokal).
Angka ini masih di bawah Thailand yang telah menggunakan benih jagung hibrida
hingga 98%, sedangkan Filipina sudah menggunakan benih hibrida 65%. Masih
mahalnya benih hibrida dan pertimbangan risiko yang dihadapi, cukup banyak
petani yang menanam benih hibrida turunan (F2). Pemakaian benih hibrida
merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan produksi jagung.
Tabel
1. Luas panen tanaman pangan dalam periode 2001-2006.
Tahun
|
Luas panen (juta ha)
|
|||||||
Padi
sawah
|
Padi
ladang
|
Jagung
|
Kacang
tanah
|
Kedelai
|
Kacang
hijau
|
Ubi
kayu
|
Ubi
jalar
|
|
2001
|
10,62
|
1,18
|
3,29
|
0,68
|
0,82
|
0,32
|
1,28
|
0,19
|
2002
|
10,42
|
1,08
|
3,13
|
0,66
|
0,68
|
0,34
|
1,32
|
0,18
|
2003
|
10,40
|
1,09
|
3,36
|
0,68
|
0,53
|
0,35
|
1,25
|
0,20
|
2004
|
10,80
|
1,12
|
3,36
|
0,72
|
0,57
|
0,31
|
1,26
|
0,19
|
2005
|
10,73
|
1,11
|
3,63
|
0,72
|
0,62
|
0,32
|
1,21
|
0,18
|
2006
|
10,71
|
1,07
|
3,35
|
0,71
|
0,58
|
0,31
|
1,22
|
0,17
|
Rata-rata
r (%/th)
|
10,61
|
1,11
|
3,35
|
0,70
|
0,63
|
0,33
|
1,26
|
0,19
|
*)
Angka sementara[5]
Sumber:
BPS dan Ditjen Tanaman Pangan (2006).
Tabel
2. Perkembangan areal, produktivitas, dan produksi jagung di
Indonesia,
1990-2006.
Tahun Areal panen Produktivitas
Produksi
|
Areal Panen
(‘000 ha)
|
Produktivitas
(ton/ha)
|
Produksi
(‘000 ton)
|
1990
|
3.158
|
2,13
|
6.734
|
1991
|
2.909
|
2,15
|
6.255
|
1992
|
3.629
|
2,20
|
7.995
|
1993
|
2.939
|
2,20
|
6.459
|
1994
|
3.109
|
2,21
|
6.869
|
1995
|
3.651
|
2,26
|
8.245
|
1996
|
3.744
|
2,49
|
9.307
|
1997
|
3.355
|
2,61
|
8.771
|
1998
|
3.456
|
2,94
|
10.169
|
1999
|
3.848
|
2,39
|
9.204
|
2000
|
3.500
|
2,76
|
9.677
|
2001
|
3.286
|
2,79
|
9.165
|
2002
|
3.127
|
3,09
|
9.654
|
2003
|
3.359
|
3,24
|
10.886
|
2004
|
3.357
|
3,34
|
11.225
|
2005
|
3.625
|
3,45
|
12.523
|
2006
|
3.346
|
3,47
|
11.609
|
Rata-rata
|
3.346
|
2,69
|
9.103
|
r (%/th)
|
0,96
|
3,38
|
4,17
|
Perkembangan
areal, produktivitas, dan produksi jagung di Indonesia, 1990 2006).[6]
2.2 Sistem dan Usaha Agribisnis Jagung
Produksi jagung di Indonesia masih
relatif rendah dan masih belum dapat memenuhi kebutuhan konsumen yang cenderung
terus meningkat. Menurut Subandi dkk. (1998), produksi jagung nasional belum
mampu mengimbangi permintaan yang sebagian dipacu oleh pengembangan industri
pakan dan pangan. Masih rendahnya produksi jagung ini disebabkan oleh berbagai
faktor antara lain, seperti teknologi bercocok tanam yang masih kurang baik,
kesiapan dan keterampilan petani jagung yang masih kurang, penyediaan sarana
produksi yang masih belum tepat serta kurangnya permodalan petani jagung untuk
melaksanakan proses produksi sampai ke pemasaran hasil.
Umumnya agribisnis jagung dilakukan
berskala kecil, karena masih banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh petani
jagung. Permasalahan klasik yang sering dihadapi oleh petani jagung adalah
terbatasnya permodalan, manajemen usaha dan pemasaran hasil sehingga tidak
dapat melakukan usaha dengan volume usaha yang luas dan lebih intensif serta
pemasaran hasil dengan baik. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
produksi dan pendapatan petani jagung diantaranya adalah dengan system
kemitraan usaha dalam agribisnis jagung.
Jagung memiliki potensi yang cukup besar
untuk diusahakan secara agribisnis, hal ini karena tanaman ini memiliki prospek
yang cerah untuk diusahakan baik dari aspek budidaya maupun dari aspek peluang
pasar.
Dari aspek budidaya tanaman jagung tidak sulit untuk dibudidayakan. Tanaman jagung dapat tumbuh hampir di semua jenis tanah yang terpenting dan sangat berhubungan erat dengan hasil jagung adalah tersedianya unsur hara NPK pada tanah tersebut. Untuk pertumbuhan yang lebih baik lagi, tanaman jagung memerlukan tanah yang subur, gembur dan kaya humus (Sudjana dkk., 1991). Demikian juga benih jagung telah banyak varietas-varietas unggul yang dilepas. Menurut Rahmanto (1997), perkembangan daya hasil dari varietas-varietas unggul yang diadopsi petani telah terbukti memberikan sumbangan yang tidak kecil terhadap peningkatan produksi dan produktivitas jagung nasional.
Dari aspek budidaya tanaman jagung tidak sulit untuk dibudidayakan. Tanaman jagung dapat tumbuh hampir di semua jenis tanah yang terpenting dan sangat berhubungan erat dengan hasil jagung adalah tersedianya unsur hara NPK pada tanah tersebut. Untuk pertumbuhan yang lebih baik lagi, tanaman jagung memerlukan tanah yang subur, gembur dan kaya humus (Sudjana dkk., 1991). Demikian juga benih jagung telah banyak varietas-varietas unggul yang dilepas. Menurut Rahmanto (1997), perkembangan daya hasil dari varietas-varietas unggul yang diadopsi petani telah terbukti memberikan sumbangan yang tidak kecil terhadap peningkatan produksi dan produktivitas jagung nasional.
Secara konsepsional sistem agribisnis
jagung merupakan keseluruhan aktivitas yang saling berkaitan mulai dari
pembuatan dan pengadaan sarana produksi pertanian hingga pemasaran hasil
jagung, baik hasil usaha tani maupun hasil olahannya. Menurut Sa’id dan Intan
(2001) sistem agribisnis terdiri dari subsistem pengadaan dan penyaluran sarana
produksi, subsistem produksi primer, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran
dan lembaga penunjang.
Pada umumnya sistem agribisnis jagung yang dilakukan oleh petani antara lain meliputi:
Pada umumnya sistem agribisnis jagung yang dilakukan oleh petani antara lain meliputi:
1.
Subsistem
pembuatan, pengadaan dan penyaluran sarana produksi pertanian. Sarana produksi
pertanian ini diperoleh petani dengan sistem pembelian atau dengan bantuan
dalam bentuk kemitraan.
2. Subsistem produksi dalam usahatani.
Kegiatan pada subsistem ini meliputi pemilihan benih jagung, penyiapan lahan,
penanaman, pemeliharaan tanaman dan panen.
3. Subsistem pengolahan hasil panen.
Penanganan lepas panen jagung pada tingkat petani pada umumnya baru sampai pada
pengeringan jagung tongkol dan pengupasan kulit jagung (klobot), hal ini karena
petani belum memiliki alat teknologi dan biaya yang cukup untuk melakukan
pengolahan lanjutan. Tingkat pengolahan lanjutan seperti pemipilan dan
pengolahan dilakukan pada tingkat pedagang atau perusahaan, sehingga nilai
tambah yang besar biasanya berada pada tingkat ini.
4. Subsistem pemasaran hasil. Pola
pemasaran jagung melalui jalur pemasaran yang beragam, diantaranya bagi petani
yang tidak melakukan kemitraan usaha dengan perusahaan mitra biasanya pemasaran
jagung dilakukan melalui pedagang pengumpul baik yang memfungsikan kelompok
tani atau koperasi maupun yang tidak, ada pula yang langsung menjual produknya
ke pabrik pengolahan atau langsung ke konsumen jika produk tersebut untuk
langsung dikonsumsi. Bagi petani yang telah melakukan kemitraan usaha dengan
perusahaan mitra pemasaran produk jagung dilakukan melalui kelompok tani atau
koperasi, perusahaan mitra, pabrik pengolahan dan konsumen.
5.
Kelembagaan
pendukung agribisnis jagung pada umumnya adalah lembaga di tingkat petani dan
lembaga di luar petani. Lembaga ditingkat petani terdiri dari kelompok tani dan
koperasi, Lembaga di luar petani seperti pemerintah, lembaga keuangan,
perusahaan dan lain-lain.
2.2.1 Produk Olahan Jagung
Jagung
merupakan bahan pangan yang sangat familiar di masyarakat kita namun, jagung
belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai bahan baku snack, kue atau hidangan.
Harga Jagung relatif murah dan mudah didapat, menguntungkan sebagai bahan baku
menu atau hidangan untuk berwirausaha boga. Sayangnya saat ini
belum banyak penganekaragaman dari jagung. Padahal dilihat dari kandungan gizinya,
jagung kaya akan karbohidrat, vitamin dan beragam mineral penting lainnya.
Karbohidratnya yang tinggi, cocok sebagai alternatif sumber kalori pengganti
nasi. Jagung juga kaya akan serat dan rendah kalori, sangat baik bagi Anda yang
sedang menjalani diet menguruskan badan. Berdasarkan urutan bahan makanan
pokok di dunia, jagung menduduki urutan ke 3 setelah gandum dan padi.
Di Indonesia sendiri, jagung merupakan
komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Bahkan dibeberapa daerah
seperti Madura dan Gorontalo, jagung merupakan makanan pokok. Jagung ditanam
setiap musim sehingga selalu tersedia sepanjang tahun. Jika jagung telah
ditanam atau diusahakan masyarakat setempat, ini berarti jagung mampu memberi
peluang berusaha, dapat dilakukan dan diterima oleh masyarakat setempat
sehingga berdampak pada penyerapan tenaga kerja serta pengembangan
industri-industri kecil dan menengah. Jagung berperan penting dalam
perekonomian nasional dengan berkembangnya industri pangan yang ditunjang oleh
teknologi budi daya dan varietas unggul.
2.2.2 Nilai Tambah Produk Olahan Jagung
Berdasarkan komposisi kimia dan
kandungan nutrisi, jagung mempunyai prospek sebagai pangan dan bahan baku
industri. Pemanfaatan jagung sebagai bahan baku industri akan memberi nilai
tambah bagi usahatani komoditas tersebut. Penanganan dan pengolahan hasil
pertanian memang penting untuk meningkatkan nilai tambah, terutama pada saat
produksi melimpah dan harga produk rendah, juga untuk produk yang rusak atau
bermutu rendah. Jenis makanan hasil olahan dari jagung seperti kue
kering, kastengels, cake dan brownies. Pengolahan kue berbahan baku jagung
sudah pasti untuk tujuan meningkatkan nilai tambah dari jagung, di samping
mendorong tumbuhnya industri skala rumah tangga guna menyerap tenaga kerja
keluarga dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk pedesaan dan petani
jagung khususnya. Jagung dapat diolah menjadi berbagai produk olahan.
Beberapa olahan jagung yang dapat dikembangkan ditingkat petani
adalah sebagai berikut :
a. Tortila/Kerupuk
Jagung
Salah
satu hasil olahan jagung yang cukup digemari adalah tortilla atau kerupuk
jagung. Kecenderungan konsumen yang lebih menyukai produk makanan ringan yang
praktis dan siap santap seperti kerupuk jagung ini nampaknya memberikan harapan
baru bahwa diversifikasi jagung menjadi kerupuk jagung dapat diterima oleh
masyarakat indonesia. Proses pengolahan produk ini cukup sederhana sehingga
berpotensi membuka peluang usaha sebagai industri rumah tangga. Mutu
produk olahan yang baik dapat meningkatkan nilai jual dan memperluas pasar.
Pengolahan kerupuk jagung dilakukan dengan 3 tahap (pembuatan tepung jagung,
pembuatan nasi jagung, dan pembuatan kerupuk jagung).
b. Emping
Jagung
Emping
jagung adalah biji jagung yang dipress tipis seperti emping. Di beberapa
negara emping jagung ini disebut corn flake. Produk ini dapat di konsumsi
dengan dicampur susu dan biasanya digunakan untuk sarapan. Cara seperti
ini di Indonesia belum membudaya. Meskipun demikian keberadaan emping
jagung di Indonesia dewasa ini semakin berkembang dan berdampak positif
dalam usaha diversifikasi menu makanan dengan menambahkan bahan tambahan seperti
coklat, susu dan selai.
c. Cookies
Jagung
Cookies jagung menggunakan bahan dasar
dari tepung jagung atau maizena yang banyak dijual dipasaran. Cookies jagung
biasa disebut sebagai kue semprit karena dibuat dengan cara ditekan atau
disemprotkan. Umumnya kue kering semprit dibuat dengan creaming methode,
maksudnya adalah mentega/margarin dikocok bersama gula.
Adapun bahan yang digunakan untuk membuat
cookies jagung adalah tepung terigu, tepung jagung, mentega, gula pasir halus,
soda kue, vanilla dan berbagai manisan buah kering (sukade) untuk mempercantik
bentuk kue.
d. Kastengels
Jagung
Dalam
mengembangkan olahan jagung dari bahan baku tepung jagung, maka tepung
jagung dapat diolah menjadi kastengels berbeda dengan cookies jagung kastengels
tanpa penambahan gula akan tetapi dapat ditambah keju atau royco untuk
memberikan rasa gurih. Adapun beberapa bahan yang digunakan untuk
membuat kastengels adalah tepung jagung, tepung terigu,
mentega, susu bubuk, sendok teh royco, telur ayam, soda
kue/baking powder dan keju.
e. Bolu
kukus jagung
Untuk
membuat bolu kukus maka dipilihlah jagung manis sebagai bahan dasar sedangkan
jagung yang dipilih adalah jagung manis yang baru, aromanya segar, biji
jagungnya penuh dan berjajar rapi. Agar lebih praktis, Anda bisa membeli jagung
manis yang sudah dikupas, asalkan melihat tanggal produksinya. Jangan lupa,
belilah dalam jumlah secukupnya. Sebab jagung manis yang sudah dikupas hanya
bertahan dua hari jika disimpan dalam kulkas. Adapun bahan yang digunakan
dalam bolu kukus jagung adalah gula pasir, gula merah, air, tepung terigu, soda
kue, ragi instant, telur, minyak jagung dan jagung manis pipilan.
f. Dodol
Jagung
Terobosan
baru untuk mengembangkan produk jagung yaitu dengan mengolahnya menjadi dodol
jagung manis rendah kalori. Hal ini dikarenakan harga jagung di pasaran yang
relatif murah sehingga dengan usaha dodol tersebut dapat dijadikan alternatif
usaha baru bagi petani jagung. Cara tersebut merupakan langkah yang efektif
untuk meningkatkan pendapatan para petani khususnya. Proses pembuatan dodol
jagung cukup mudah dan membutuhkan waktu yang singkat. Dodol jagung manis
memiliki keunggulan yaitu dapat dikonsumsi oleh penderita diabetes.
g. Susu
Jagung
Susu
jagung merupakan cairan yang berwarna putih kekuningan yang berasal dari
ekstrak biji jagung dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya.
Jagung yang dibuat untuk membuat adalah jagung manis. Kandungan nutrisi
jagung adalah karbohidrat, lemak dan protein jagung. Protein jagung
mempunyai komposisi asam amino yang cukup baik, sedangkan jumlah kandungan
protein dan lemak jagung ini bervariasi tergantung umur dan varietasnya.
Kandungan lemak dan protein jagung muda lebih rendah dibandingkan dengan jagung
tua, sehingga susu jagung ini cocok untuk dikonsumsi oleh penderita
cholesterol.
h. Mie
Jagung
Mie
merupakan salah satu jenis pangan yang sudah sangat dikenal dan disukai oleh
masyarakat dari berbagai lapisan, yang biasa dikonsumsi sebagai makanan sarapan
atau makanan selingan. Terdapat berbagai jenis mie yang dikenal masyarakat yang
dapat dikelompokkan menjadi mie mentah, mie matang, mie kering, dan mie instan.
Mie tersebut umumnya dikonsumsi dalam berbagai bentuk olahan pangan, seperti
mie goreng, soto mie, toge goreng, mie rebus, mie ayam, dsb. Saat ini mie yang
banyak beredar di pasaran adalah mie dengan berbahan dasar tepung terigu,
dimana gandum sebagai bahan baku tepung terigu ini harus diimpor. Berdasarkan
uji organoleptik, mie jagung substitusi memiliki kekenyalan dan elastisitas
yang mirip dengan mie terigu, di samping juga rasa khas jagungnya yang tetap
ada.
Dengan
berkembangnya teknologi pengolahan maka jagungpun dapat diolah atau
disubstitusi menjadi berbagai macam produk makanan. Sehingga
mengembangkan diversifikas pangan olahan yang berbasis jagung, dengan adanya
diversifikasi olahan jagung menjadi berbagai produk diatas ini diharapkan akan
menambah deretan perbendaharaan hasil olahan jagung dan dapat meningkatkan
konsumsi jagung untuk pangan. Hal ini tentunya akan memberikan multiplier
effectbagi petani jagung, yaitu memberikan jaminan terserapnya produksi jagung
oleh industri pangan, selain oleh industri pakan ternak serta dapat
mengurangi konsumsi beras.
2.3 Upaya Pemerintah Membangun Ketahanan Pangan dalam Pemanfaatan Jagung
Berdasarkan penelitian pada 2010, konsumsi
beras masyarakat Indonesia mencapai 100 kilogram per kapita per tahun. Untuk
mengurangi ketergantungan itu, perlu ada perubahan konsep dan kebiasaan makan
masyarakat untuk mengganti nasi dengan makanan jenis lain. Salah satu cara yang
belakangan dikampanyekan pemerintah adalah tidak memakan nasi selama satu hari.
Kebiasaan ini, misalnya dilakukan satu hari dalam sepekan. Sebagai pengganti,
selama sehari itu, warga bisa mengkonsumsi sumber karbohidrat lain seperti
jagung, ubi, singkong, talas, kentang, dan sagu.
Upaya
pemerintah yang dilakukan untuk membangun ketahanan pangan berupa penggantian
jagung sebagai bahan pokok. Pemerintah menghimbau agar masyarakat Indonesia
bisa merubah persepsi “jika belum ketumu nasi maka belum makan”. Masuknya
beras-beras impor membuat para petani Indonesia semakin terpuruk. Salah satu
contoh program pemerintah yang sudah diterapkan, yaitu program “One Day No Rice[7]”
terdapat di kota Depok. Program ini dimaksudkan untuk mengurangi konsumsi masyarakat terhadap beras
dengan di ganti makanan pokok atau pangan lainnya seperti sayuran, buah-buahan,
protein hewani maupun nabati., dan umbi-umbian (jagung dan singkong).
Kampanye
mengurangi makan nasi ini bagian dari upaya pemerintah pusat untuk mensukseskan
diversifikasi pangan nasional, Hal ini agar ketergantungan pangan pada
nasi/beras tidakterlalu tinggi sehingga stabilitas pangan bisa tetap terjaga.
Sebagai bahan perbandingan ketika era tahun 1950-60-an ketergantungan pangan
masyarakat Indonesia pada nasi atau beras masih sebesar 53%, namun kini
ketergantungan itu semakin tinggi hingga 92-95%.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Makalah
tentang pemanfaatan jagung sebagai pengganti beras upaya membangun ketahan
pangan dapat disimpulkan bahwa jagung memiliki nilai tambah dan nilai gizi yang
lebih besar dibandingkan dengan beras. Ketersediaan jagung sebagai pengganti
bahan pokok dapat membangun system
kemitraan usaha dalam agribisnis jagung sehingga
pemerintah memberikan upaya-upaya yang dapat menjadikan jagung sebagai
pengganti beras untuk membangun ketahan pangan.
Dengan berkembangnya
teknologi pengolahan maka jagungpun dapat diolah atau disubstitusi menjadi
berbagai macam produk makanan. Sehingga mengembangkan diversifikasi pangan
olahan yang berbasis jagung, dengan adanya diversifikasi olahan jagung menjadi
berbagai produk diatas ini diharapkan akan menambah deretan perbendaharaan
hasil olahan jagung dan dapat meningkatkan konsumsi jagung untuk pangan. Hal
ini tentunya akan memberikan multiplier effectbagi petani jagung, yaitu
memberikan jaminan terserapnya produksi jagung oleh industri pangan, selain
oleh industri pakan ternak serta dapat mengurangi konsumsi beras.
Upaya
pemerintah yang dilakukan untuk membangun ketahanan pangan berupa
penggantian jagung sebagai bahan pokok. Pemerintah menghimbau agar masyarakat
Indonesia bisa merubah persepsi “jika belum ketumu nasi maka belum makan”.
Masuknya beras-beras impor membuat para petani Indonesia semakin terpuruk.
Salah satu contoh program pemerintah yang sudah diterapkan, yaitu program “One
Day No Rice” terdapat di kota Depok.
3.2 Saran
Pemeritah harus dapat mengubah persepsi masyarakat bahwa
jika tidak ketemu nasi maka belum makan.
Melakukan penyuluhan atau sosialisasi kepada seluruh masyarakat dengan
memanfaatkan jagung sebagai bahan pokok.
Selain itu, pemerintah harus mebuat kebijakan tentang pembatasan impor
jagung dan beras.
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto,
T., dan Erna Widyastuti, 2000. Meningkatkan Produksi Jagung.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Masturi.
2009. Artikel ilmiah kemitraan agribisnis jagung. http://hasanawimasturi.blogspot.com.
[22 Februari 2013]
Purnama Adi. 2010.
Diversifikasi Pangan Untuk Mengatasi Krisis Pangan Di Indonesia. IPB. Bogor.
Rahmanto,
B. 1997. Perkembangan Adopsi Varietas Unggul Jagung Serta Dampaknya Terhadap
Peningkatan Produksi dan Pendapatan Petani. Prosiding Agribisnis. Dinamika
Sumberdaya dan Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Buku II. Pusat Penelitian
Sosial Ekonomi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen
Pertanian. Bogor.
Sa’id,
E.G. dan A.H. Intan. 2001. Manajemen Agribisnis. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Subandi,
I.G. Ismail dan Hermanto. 1998. Jagung Teknologi Produksi dan Pasca Panen.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor.
Sudjana,
A., A. Rifin dan M. Sudjadi. 1991. Jagung. Buletin Teknik No. 3. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor.
Oleh:
Kelompok
10
A
/ P2
Siti Dita Aditianingsih
J3E111023
Astrid Dwi M. J3E111053
Shelly Maulanie J3E111075
Suci
Sari Ramadhani J3E111108
Salsa Karina A. J3E111136
Dian
Putri P. J3E211168
TANYA:
1. Khumairah:
mengapa kelompok memilih diversifikasi nya jagung, padahal produktifitasnya
rendah
2. Niken:
one day no rice, sosialisasinya
3. Muti’ah
Afifah: one day no rice, bagaimana melihat masyarakat bener2 tidak makan nasi?
4. Herni:
bagaimana merubah mindset masyarakat mengenai ‘nasi’
5. Chaesalpinia:
komponen jagung semua bisa dimnfaatkan
6. Ayu:
program one day no rice efektif atau ngga?
7. Embun:
Usaha yg perlu dilakukan?
8. Galih
prayoga: harga jagung lebih mahal dari beras? Bagaimana lahan yg sedikit di
negara lain bisa menjaga ketahanan nasional?
9. Ambar:
bagaimana merubah mindset
Tidak ada komentar:
Posting Komentar