Minggu, 20 Oktober 2013

PERANAN AHLI GIZI DALAM MENANGANI KETAHANAN MUTU PANGAN PADA JAJANAN ANAK SEKOLAH DI INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pangan dan gizi merupakan unsur yang sangat penting dalam peningkatan produktivitas nasional dan perbaikan kualitas hidup penduduk. Penyediaan pangan harus memenuhi kebutuhan gizi, keamanan pangan dan terjangkau seluruh individu setiap saat. [1]Ketahanan pangan dan perbaikan gizi merupakan suatu kesatuan. Oleh karena itu, jika kita membahas mengenai ketahanan pangan, kita juga harus membicarakan perbaikan gizi, begitu pula sebaliknya.
Dalam hal ini masih banyak masalahnya yang berkaitan dengan adanya masalah ketahanan mutu pangan di Indonesia yang belum terselesaikan bahkan masalah yang ditimbulkan semakin banyak dan tidak terduga. Hal ini menunjukkan bahwa masalah yang terjadi dinegara yang berkembang sulit dinetralisir sehingga sulitnya menjadi Negara berkembang menjadi Negara yang maju. Sbenarnya ini tidak luput dari masayarakatnya sendiri yang menjalankan peran tersebut untuk menyelesaikan masalah ini maupun masyarakat yang akhirnya sebagai pelaku dalam masalah ini. Masalah yang kompleks sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari adalah masalah adanya penggunaan Bahan Tambahan Pangan Yang dilarang oleh pemerintah pada jajanan anak sekolah.
Keberadaan jajanan anak sekolah kini menjadi perhatian publik menyusul banyaknya makanan dan minuman ringan yang tidak layak dikonsumsi. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah mencanangkan Gerakan Jajanan Sehat dan Bersih (Eksposnews, 2011).[2]Masalah jajanan anak sekolah tampaknya hanya masalah kecil, namun dampaknya besar terhadap kelangsungan generasi bangsa dimasa depan karena resiko kesehatan yang ditimbulkan akibat jajanan yang tidak aman dan  tidak bermutu sehingga sangat penting untuk menjadikan gerakan jajanan anak sekolah yang aman, bergizi dan bermutu sebagai gerakan bersama seluruh komponen bangsa menurut Boediono [3](2011 dalam Suara Pembaharuan, 2011).
 Anak–anak di zaman sekarang terutama anak–anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD), lebih menyukai jajanan di lingkungan sekolah daripada yang disediakan orangtuanya di rumah. Makanan yang baik untuk  dikonsumsi anak usia 7- 12 tahun yaitu dengan cakupan 1100 sampai 2500 kilo kalori dimana makanan yang sehat itu tidak harus mahal, tetapi juga harus mengandung asupan gizi yang sesuai. Anak akan merasa ngantuk, tidak konsentrasi dalam belajar sehingga si anak menjadi malas bila zat gizi tidak terpenuhi [4](Medan Bisnis, 2011).
Makanan jajanan merupakan alternatif dalam memenuhi kebutuhan pangan, namun banyak terdapat permasalahan mengenai perilaku yaitu pengetahuan dan praktek keamanan pangan yang meliputi higiene, penanganan dan penyimpanan makanan dan minuman, sarana dan prasarana, serta pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan. Permasalahan tersebut bisa diakibatkan oleh kurangnya perhatian dari pihak sekolah. Penerapan kebijakan keamanan pangan sekolah sangat mempengaruhi dalam mengurangi bahaya kesehatan terhadap anak sekolah akibat makanan yang tidak sehat dan aman. Dengan demikian, untuk mengetahui sejauh mana faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi praktek keamanan pangan pengelola kantin dan penjaja PJAS, perlu diketahui penerapan kebijakan keamanan pangan dan hubungannya dengan perilaku pada pengelola kantin dan penjaja PJAS yang ada di Indonesia.
Pada hakikatnya ketahanan pangan sering dikaitkan dengan  kemajuan ilmu dan teknologi pangan berkembang dengan pesat yang bukan hanya berdampak positif tetapi juga negatif. Dampak positifnya adalah menghasilkan peningkatan kuantitas dan kualitas pangan, lebih higienis, serta lebih ekonomis dan praktis. Sedangkan dampak negatifnya adalah penggunaan zat adiktif dapat membahayakan kesehatan konsumen dan makanan yang dihasilkan banyak mengandung residu pestisida serta obat hewan.
Kita bisa melihat adanya keterkaitan pasal UUD 45 pada masalah ini, dalam hal ini sudah dijelaskan bahwa dalam mencapai tujuan nasional agar tercapainya keamanan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyak Indonesia, yang menjadi tugas dan tanggung jawab Pemerintahan Negara. Suatu rumusan Tujuan Nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD RI 1945, ialah membentuk suatu “Pemerintahan Negara” yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.[5] Dalam rangka pencapaian Tujuan Nasional diperlukan Ketahanan nasional, yaitu suatu kondisi dinamik kehidupan Nasional yang terintegrasi yang harus diwujudkan pada saat, yang mampu menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan. Dan untuk mewujudkan Ketahanan Nasional, diperlukan pengaturan dan penyelenggaraan keamanan dan kesejahteraan secara seimbang serasi dan selaras, yang dilaksanakan melalui Pembangunan Nasioanal dan Pembangunan Daerah sebagai integral dari Pembagunan Nasional. Dengan kata lain pada saati ini menyelesaikan masalah keamanan harus dipikirkan masalah kesejahteraan, demikian pula sebaliknya.
Ketahan pangan yang ada di Indonesia masih harus diperbaiki dan ditingkatkan lagi untuk mensejahterakan masyarakatnya dalam hal pangan. Tidak luputnya kesejahteraan dengan perekonomian ini adalah sebagai ujung tombaknya suatu tujuan Negara dalam membangun Negara yang maju. Peran penting masyarakat yang berdampingan dengan pemerintah memiliki dampak yang senantiasa menjadikan maslah yang ada terselesaikan oleh karena itu tidak luputnya penyelesaian yang ada karena adanya kerjasama antara satu sama lain dengan individu yang menjalankannya. Sudah dijelaskan bahwa pada pembukaan UUD 1945 yang memaparka Tujuan Nasional yang berkaitan dengan ketahanan pangan yang ada di Negara kita ini menunjukkan bahwa kita sebagai penghuninya berhak menanggani masalah yang ada agar Negara kita semakain menjadi Negara yang lebih berkembang dan maju.
Keterkaitan pembukaan UUD 1945 dengan ketahanan pangan dan masalah yang ditimbulkan dinegara kita ini berkaitan erat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1996 yang dijelaskan pada pasal 1. Tidak hanya itu terbentuknya peraturan pemerintah yang dilandasi dengan adanya Pembuakaaan UUD 1945 ini membuktikan bahwa UUD 45 adalah sebagai cerminan bahwa UUD 45 hanya sebagai acuan dan pedoman yang belum terspesifik dan akhirnya dapat dikembangkan dalam peraturan pemerintah sebagai peganggan kita untuk melihat peraturan-peraturan yang sudah dituliskan dalam peraturan pemerintah. Dalam hal ini kita bisa melihat begitu sangat terperincinya peraturan pemerintah yang telah dibuat tentang pangan itu sendiri yang tercantum pada Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1996.
Didalam peraturan pemerintah ini menjelaskan sedetail-detailnya tentang pearaturan pangan dari segi ketahan, mutu dan penggunaan bahan pangan. Dalam pasal 10 hingga 13 dijelaskan tentang Bahan Tambahan Pangan. Pasal ini sebagai acuan kita untuk membahas masalah yang ada pada jajanan anak sekolah yang masih tercemar dengan penggunaan BTP yang dilarang, BTP yang dilarang seharusnya tidak digunakan kedalam pangan karena dapat membahayakan manusia dalam kesehatan fisik dan mental. Maka dari itu adanya pearaturan pemerintah yang melarang adanya penggunanaan BTP yang dilarang untuk pangan agar oknum yang masih menggunakan BTP yang dilarang kedalam makanan akan ditindak lanjuti dalam hal pemberian sanksi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya,  maka untuk lebih memfokuskan penelitian ini rumusan masalah yang akan  dibahas oleh penulis adalah:
1.       Mengapa produsen makanan masih menggunakan bahan pangan tambahan pangan yang dilarang oleh pemerintah pada jajanan anak sekolah?
2.      Apakah kebijakan pemerintah terhadap kasus pangan jajanan anak sekolah?
3.      Bagaimana tanggapan masyarakat dan pemeritah dalam menanggapi kasus jajanan anak sekolah?
4.      Bagaimana Peran Ahli Pangan dalam Ketahanan dan Keamanan Pangan yang ada di Indonesia ?

1.3 Tujuan

Menganalisa masalah ketahanan mutu pangan tentang penyalahgunaan bahan tambahan pangan pada jajanan anak sekolah dengan berlandaskan pasal-pasal UUD 1945.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Maraknya Penggunaan BTP Berbahaya yang Dilarang oleh Pemerintah.

Ketahanan mutu pangan yang ada di Indonesia harus sering diperhatikan dalam masalah yang ada di Indonesia sekarang ini apalagi masalah pangan di Indonesia semakin lama semakin saja tidak terselesaikan dalam hal gizi buruk maupun adanya oknum yang memcampur bahan yang berbahaya kedalam makanan yang harusnya aman dikonsumsi oleh masyarakat.  Seharusnya oknum yang yang melakukan hal ini memikirkan resiko yang dilakukannya itu salah bahkan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup orang banyak. Padahal Indonesia adalah Negara yang berkembang dan memiliki banyak sumberdaya alam melimpah tetapi masih saja disalahguanakan oleh masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Sehingga banyaknya korban yang seharusnya hidup aman dan sejahtera tapi malah mengalami dampak yang tidak dikehendaki. Masalah seperti ini masih banyak saja ada di Indonesia dengan seiring nya era globalisasi yang ada dan teknologi yang canggih. Padahal Negara kita Negara berkembang yang harus dilakukannya perubaha-perubahan yang meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian bangsa. Tetapi terkadang masih ada segelintir orang yang tidak mematuhi peraturan yang sudah ada sehingga dampaknya bisa berakibat fatal.
Dalam hal ini selain tentang membahas ketahan dan mutunya kita juga akan mengupas tentang gizi yang ada di Indonesia. Oleh karena itu biasanya ilmu gizi yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat yang disebut Gizi kesehatan masyarakat (Public Health Nutrition) Yaitu Gizi Masyarakat berkaitan dengan gangguan gizi pada kelompok masyarakat, oleh sebab itu sifatnya lebih ditekankan pada pencegahan (preventif) dan peningkatan (promotif) . Termasuk juga tentang Bahan Tambahan makanan ( Pewarna, penyedap dan bahan-bahan kontaminan lainnya[6].
Pada pembukaan UUD RI 1945 dijelaskan bahwa mencapai suatu Tujuan Nasinal sebaiknya didukung oleh masyarakat itu sendiri beserta fasilitas yang ada dalam hal teknologi dan sumber daya yang ada.  Kita bisa melihat adanya keterkaitan pasal UUD 45 pada masalah ini, bahwa dalam mencapai tujuan nasional agar tercapainya keamanan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyak Indonesia, yang menjadi tugas dan tanggung jawab Pemerintahan Negara. Suatu rumusan Tujuan Nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD RI 1945, ialah membentuk suatu “Pemerintahan Negara” yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial[7]. Dalam rangka pencapaian Tujuan Nasional diperlukan Ketahanan Nasional, yaitu suatu kondisi dinamik kehidupan Nasional yang terintegrasi yang harus diwujudkan pada saat, yang mampu menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan. Dan untuk mewujudkan Ketahanan Nasional, diperlukan pengaturan dan penyelenggaraan keamanan dan kesejahteraan secara seimbang serasi dan selaras, yang dilaksanakan melalui Pembangunan Nasioanal dan Pembangunan Daerah sebagai integral dari Pembagunan Nasional. Dengan kata lain pada saati ini menyelesaikan masalah keamanan harus dipikirkan masalah kesejahteraan, demikian pula sebaliknya. Dalam memperbaiki dan mepertahankan ketahanan mutu pangan yang sudah ada ataupun sudah rusak sebaiknya kesadaran dari setiap individunya bisa mengatasi hal tersebut. Masalah pangan di Indonesia selalu saja menjadi masalah yang utama di Negara Indonesia sejak dulu, perlunya suatu pencapaian bersama dalam meningkatkan dan memperbaiki masalah pangan yang sudah ada di Indonesia.
Dilihat dari perkembangan zaman yang semakin lama semakin modern sesuai dengan eranya. Perubahan yang semakin kompleks terjadi dikarenakan adanya pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang. Tetapi terkadang sering disalahartikan dan disalahgunakan dalam perkembangannya. Dari segi perekonomian yang berkembang di Indonesia terlihat bahwa semakin hari Indonesia semakin terpuruk saja maka dari itu banyak oknum-oknum nakal dan tidak bertanggung jawab. Masalah yang sering terjadi adalah digunakannya bahan berbahaya lain selain bahan tambahan pangan yang dapat membahayakan kesehatan dan menyebabkan kematian dengan jangka waktu panjang.
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam makanan terutama makanan olahan itu merupakan hal yang tidak dapat dihimdari lagi (Zuraidah, 2007). [8]Sejak pertengahan  abad ke-20, BTP khususnya bahn  pengawet semakin sering digunakan dalam produksi pangan.hal ini seiring dengan kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintesis (Cahyadi, 2009). [9]Adapun jenis-jenis BTP yang digunakan oleh para produsen makanan diantaranya ada bahan pengawet, pewarna, penyedap, pemanis, pemutih, pengental dan lain-lain (Yuliarti, 2007).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tanggal 22 September 1988 terdapat beberapa jenis bahan tambahan pangan yang dilarang penggunaannya. Beberapa BTP yang dimaksud yaitu asam borat dan senyawanya, asam salisilat dan garamnay, dietilpilokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi, nitrofurazon dan formalin (Saparinto & Hidayati, 2006).[10] Diantara BTP yang dilarang tersebut, yang paling sering digunakan adalah formalin dan boraks.
Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 BTP yang diizinkan diantaranya antioksidan, antikempal, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi, pemantap dan pengental, pengawet, pengeras, pewarna, penyedap rasa dan aroma, penguat rasa dan sekuestran.
Formalin merupakan larutan komersial dengan konsentrasi 10 – 40% dari formaldehida. Fungsi formalin yang sebenarnya adalah sebagai antiseptok, germisida dan pengawet non makanan (Yuliarti, 2007). [11]Akan tetapi, formalin digunakan secara luas di masyarakat pada berbagai bahan pangan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan. Masyarakat pengguna formalin ini sebagian telah mengetahui fungsi formalin, tetapi tidak tahu dampak konsumennya terhadap kesehatan (Zuraidah, 2007). Adapun dampak formalin terhadap kesehatan dapat berupa dampak akut maupun kronik. Efek jangka pendeknya antara lain berupa iritasi pada saluran pernafasan, muntah-muntah, pusing, dan rasa terbakar pada tenggorokan. Jika dikonsumsi secara terus-menerus dalam jangka waktu lama, dapat menyebabkan kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan saraf pusat dan ginjal (Cahanar & Suhanda, 2006).  [12]
Masalah yang kami bahas disini adalah penggunaan bahan tambahan pangan yang terdapat didalam makanan jajanan anak sekolah. Jenis makanan atau minuman yang disukai anak-anak adalah makanan yang mempunyai rasa manis, enak dan dengan warna-warni yang menarik dan bertekstur lembut. Jenis makanan seperti coklat, permen, jeli, biskuit dan makanan ringan merupakan produk makanan favorit bagi sebagian besar anak-anak. Untuk kelompok produk minuman yakni minuman yang berwarna-warni, minuman jeli, es susu, minuman ringan dan lain-lain. (Nurani, 2007).
Makanan jaringan yang terlalu sering dan menjadi kebiasaan akan berakibat negatif, antara lain nafsu makan menurun, timbulnya berbagai penyakit, kurangnya kandungan gizi hingga mengakibtakan keracunan. Hal ini diakibatkan dari bahan tambahan pangan yang berlebih serta aktivitas mikroorganisme. Kesadaran produsen akan pentingnya kesehatan para konsumen kurang diperhatikan, hal ini banyak disebabkan oleh beberapa faktor yang mendorong produsen menggunakan bahan tambaha pangan yang dilarang oleh pemerintah. 
Tersirat dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 tujuan bangsa Indonesia adalah untuk mensejahterakan kehidupan bangsa, maka dengan itu pelanggaran seperti ini harus segera diatasi, karena dengan produsen menggunakan bahan tambahan pangan yang terlalu berlebihan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat sekitar. Banyak faktor yang menyebabkan produsen makanan menggunakan BTP yang dilarang oleh pemerintah, diantaranya yaitu produsen tidak mampu membeli BTP yang diizinkan sesuai peraturan pemerintah karena faktor ekonomi yang dialami oleh para produsen, pengetahuan produsen yang kurang akan BTP yang diizinkan pemerintah, kesadaran produsen dan masyarakat akan dampak kesehatan yang ditimbulkan dari penggunaan BTP yang dilarang serta sanksi yang kurag tegas dari pemerintah yang kurang diterapkan kepada produsen makanan yang melanggar peraturan. Faktor yang paling mendorong produsen untuk menggunkan bahan tambahan pangan adalah pengetahuan gizi dan pola pikir masyarakat sekarang. Pengetahuan gizi seseorang dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal. Pendidikan formal ialah melalui kurikulum yang diterapkan di sekolah, dicirikan dengan adanya tingkatan kronologis, keterampilan, dan pengetahuan, tetapi terselenggara setiap saat di lingkungan sekitar manusia (Sukandar, 2009).

2.2 Kebijakan Pemerintah Dalam Menanggani Kasus Jajanan Anak Sekolah.

Kasus jajanan anak sekolah pada dewasa ini sudah beredar dimana-mana. Hal ini jelas mengkhawatirkan keadaan ketahanan pangan di Indonesia yang dari tahun ketahun terlihat penurunannya. Dalam kasus ini pemerintah harus lebih memperhatikan kondisi pangan di Indonesia. Kebanyakan kasus yang terjadi pada pangan jajanan anak sekolah adalah pemberian bahan tambahan pangan yang melebihi dosisnya. Hal ini telah di jelaskan pada uu no 7 tahun 1996 pasal 10 tentang bahan tambahan pangan.  Namun kurangnya pengetahuan masyarakat khususnya pedagang dalam pemberian bahan tambahan pangan yang dilarang oleh pemerintah ataupun pemberian bahan tambahan pangan melebihi dosisnya menjadi salah satu masalah yang harus di  perhatikan oleh pemerintah[13]. Karena pangan sangat penting bagi pertumbuhan , pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan, serta kecerdasan masyarakat untuk melaksanakan pembangunan nasional, sebagai mana di amanatkan dalam pembukaan undang-undang dasar 1945.
Dalam mewujudkan ketahanan pangan, perlu dilaksanakan perumusan kebijakan, evaluasi dan pengendalian ketahanan pangan secara terpadu. Untuk melakukan kegiatan-kegiatan tersebut yang dilaksanakan oleh instansi terkait, perlu dilakukan dengan berkoordinasi melalui Dewan ketahanan Pangan yang dibentuk di tingkat pusat,provinsi dan kabupaten/kota.
            Dengan adanya Dewan Ketahanan Pangan dapat membantu pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan kebijakan berdasarkan undang undang 1945. Pada dasarnya pembuatan undang undang no 7 tahun 1996 sama sama masih mengacu kepada pembukaan undang undang dasar 1945[14].
            Jajanan anak sekolah memang sangat terjangkau bagi anak-anak karena beberapa hal yang mendukung sehingga anak lebih cenderung mengkonsumsi jajanan di area sekitar sekolahnya. Namun seharusnya sebagai orang tua harus memberi “more attention” kepada anak-anaknya untuk tidak mengkonsumsi jajanan anak sekolah. Banyak kasus dan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dalam jajanan sekolah banyak mengandung bakteri yang berbahaya bagi kesehatan anak-anak. Selain cemaran mikrobiologis, cemaran kimiawi yang umum ditemukan pada makanan jajanan kaki lima adalah penggunaan bahan tambahan illegal seperti boraks (pengempal yang mengandung logam berat Boron), formalin (pengawet yang digunakan untuk mayat), rhodamin B (pewarna merah pada tekstil), dan methanil yellow (pewarna kuning pada tekstil).
Selain masalah BTP, perilaku penjaja PJAS juga menjadi masalah yang perlu diperhatikan. Masalah yang sering timbul mulai dari proses persiapan, pengolahan dan pada saat penyajian makanan dilokasi jualan. Selain itu juga kebiasaan penjual makanan jajanan yang patut mendapat perhatian adalah penggunaan bahan tambahan non pangan seperti pemanis, pewarna, pengeras dan lain-lain yang digunakan hampir pada setiap makanan. (Fardiaz & Fardiaz 1994). Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional tahun 2008 yang dilakukan oleh SEAFAST dan Badan POM RI mengungkapkan bahwa >70% penjaja PJAS menerapkan praktek keamanan pangan yang kurang baik termasuk higiene dari penjaja PJAS (Andarwulan, Madanijah, Zulaikhah 2009). [15]
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi anak mengkonsumsi pangan jajanan anak sekolah diantaranya :
1.      Para orang tua cenderung kurang dalam mengawasi perilaku anak-anaknya yang senang mengkonsumsi jajan di sekolah.
2.      Bagi para produsen atau penjual makanan hanya memikirkan keuntungan yang didapatkan dari pada efek buruk yang di akibatkan oleh jajanan yang diproduksinya apabila mengunakan campuran zat-zat berbahaya dalam proses produksi. Bagi penjual yang terpenting jajanan yang mereka jual laku.
3.      Anak-anak dalam hal ini sebagai konsumen utama tidak mengetahui bahaya mengkonsumsi jajanan tersebut dan cenderung mereka hanya ingin membeli karena jajanan tersebut dikemas dengan menarik dan berwarna mencolok.
4.       Pihak sekolah juga seakan membiarkan siswa-siswinya membeli jajanan diluar area sekolah, yang seharusnya dilakukan adalah melarang mereka demi kesehatan siswa-siswinya.
Dari sekian faktor-faktor diatas seharusnya perlu adanya kesadaran dari berbagai pihak yang khususnya produsen dan konsumen. Produsen memiliki peran utama dalam hal ini dan harus lebih memikirnya kualitas dan kuantitas dari jajanan yang mereka produksi, sehingga dapat memberikan dampak yang positif bagi generasi penerus bangsa, bukan sebaliknya malah merusak.masyarakat sebagai konsumen (end user) memiliki peran yang sangat luas dalam mewujudkan perlindungan bagi orang yang mengkonsumsi pangan dan [16]menyampaikan permasalahan, masukan atau cara pemecahan mengenai hal-hal di bidang pangan.
            Pada dasarnya kasus ini bukan bertitik berat pada produsen karena pelanggaran di bidang pangan tidak semata mata terjadi karena ulah nakal produsen yang sengaja menambahkan bahan kimia berbahaya kedalam produk pangan tetapi beberapa diantaranya di karenakan ketidaktahuan mereka tentang bahan tambahan yang mereka gunakan, tatacara produksi pangan yang baik, praktik sanitasi dan hygiene yang buruk dalam pengolahan pangan. Hal ini merupakan factor utama penyebab masalah global keamanan pangan, sehingga perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dalam penetapan kebijakan. Jika kembali pada permasalahan utama pasti hal ini berkaitan dengan masalah perekonomian di masyarakat menengah ke bawah. Karena seperti hal layak ketahui bahwa penjual pangan jajanan anak sekolah merupakan masyarakat yang memiliki perekonomian menengah ke bawah. Jika kasus ini  dikaitkan dengan undang undang dasar 1945 maka terdapat pada pembukaan uud 1945 alinea ke 4 yang telah di sebutkan bahwa adanya kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat indonesia hal ini yang harus di garis bawahi. Bahwa setiap rakyat di indonesia berhak mendapatkan kesejahteraan dalam hal pangan ataupun perekonomian. Dalam hal ini kebijakan pemerintah lah yang dapat mengatasi permasalahan kompleks ini.
            Adapun beberapa kebijakan pemerintah untuk mengimplementasi uud 1945 kepada para pedagang jajanan anak sekolah adalah menerapkan sistem pengawasan pangan berlapis yang meliputi pengawasan pre market dan pengawasan post market. Sistem pengawasan pangan ini melibatkan sector produsen yang bertanggung jawab terhadap produk yang diproduksinya sebelum di edarkan (fungsi pengawasan premarket). Pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan bekerja sama dengan sector terkait dan masyarakat berperan dalam pengawasan produk pangan setelah di edarkan (fungsi pengawasan post market) pemerintah bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pembinaan, pengaturan , pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang tidak hanya cukup tetapi juga harus bermutu , aman ,dan bergizi serta terjangkau oleh daya beli masyarakat.[17] Sistem pengawasan berlapis ini bukan hanya sebagai saringan terhadap peredaran produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan mutu, manfaat dan keamanan namun sebagai sosialisasi dan pembinaan terhadap pelaku usaha. [18]Pengimplementasian uud 1945 pasti berkaitan dengan perekonomian rakyat indonesia, salah satu nya adalah dengan cara pemberian modal pertama untuk rakyat menengah kebawah untuk membuat jajanan yang sehat tanpa bahan tambahan pangan yang dilarang ataupun penggunaan bahan tambahan pangan dengan dosis berlebihan. Hal ini mungkin memang belum diterapkan oleh pemerintah indonesia hal yang sudah di implementasi kan oleh pemerintah indonesia adalah dengan pengembangan mutu dan pengawasan distribusi , ketersediaan dan konsumsi pangan yang akan bekerja sama dengan BPOM, instansi lintas sektor, perguruan tinggi dan stake holder terkait penangan keamanan pangan secara terpadu. Kegiatan ini perlu di tingkat kan kembali pada pangan jajanan anak sekolah terkait dengan banyak nya kasus keracunan yang terjadi pada anak sekolah.
            Badan POM RI bersama  instansi  terkait, khususnya Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2&PL) Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional dan pemerintah daerah telah dan  akan melaksanakan  upaya-upaya  penanggulangan keracunan akibat pangan jajanan anak sekolah  terutama  untuk  golongan  rentan yaitu anak sekolah.  Upaya-upaya tersebut tercakup dalam 3 strategi utama yaitu:
*  Peningkatan aktivitas surveilan keamanan pangan, khusus pangan jajanan anak sekolah.
*  Pemberdayaan sekolah dalam Pengawasan pangan.
*  Melakukan komunikasi risiko jajanan anak sekolah.[19]

2.3 Tanggapan Masyarakat dan Pemeritah Dalam Menanggapi Kasus Jajanan Anak Sekolah.

Anak-anak, khususnya usia sekolah dasar, identik dengan masa pertumbuhan. Pada masa inilah dibutuhkan asupan nutrisi dari makanan. Jajanan sekolah menjadi salah satu varian makanan yang dikonsumsi anak-anak. Jenis jajanan sekolah ikut menentukan kandungan nutrisi yang dikonsumsi tubuh-tubuh kecil generasi Indonesia mendatang. Ada fenomena yang perlu diwaspadai para orang tua. Sudah sering kali media memberitakan berbagai makanan atau jajanan yang mengandung zat berbahaya. Mulai dari formalin, boraks sampai dengan pewarna. Bukan hanya zat berbahaya yang digunakan sebagai bahan pengolah campuran,  tetapi juga bahan-bahan yang sudah tidak higienis, seperti bangkai ayam, ikan, atau daging dan sayuran busuk, jadi temuan sejumlah investigasi kalangan media.
Jajanan berbahaya banyak ditemukan disekolah-sekolah. Warna mencolok, harga murah, dan kerapkali rasanya enak dari pengalaman beberapa kali mencicipi jadi daya tarik yang membuat tak tahan untuk merogoh kocek membeli jajanan. Kebutuhan jajan atau ngemil ini selain di sekolah-sekolah juga bisa didapatkan di pasar, terminal, dan di sudut-sudut keramaian. Sebenarnya yang lebih mengkhawatirkan adalah penggunaan bahan kimia berbahaya untuk tujuan pengawet, pewarna dan pemanis oleh produsen rumahan atau industri kecil yang menghasilkan berbagai jenis makanan dan minuman ringan. Produk-produk makanan dan minuman serupa ini, ironisnya tanpa kontrol oleh badan yang berwenang, dapat langsung dijual oleh produsennya kepada konsumen yang sebahagian besar dari kalangan menengah ke bawah dan anak-anak sekolah.
Berangkat dari kecurigaan jajanan yang beredar tak layak konsumsi, razia dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM serta walikota setempat. Tak pelak, pedagang jajanan di lingkungan sekolah ketar-ketir. Namun, mereka hanya bisa pasrah. Beberapa jajanan itu diduga mengandung bahan tambahan kimia yang berbahaya bagi tubuh. Cemilan yang dicurigai mengandung zat berbahaya bagi tubuh disampling dan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa BPOM. Temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam lima tahun terakhir (2006-2010) menunjukkan, sebanyak 48 persen jajanan anak di sekolah tidak memenuhi syarat keamanan pangan karena mengandung bahan kimia yang berbahaya. Bahan tambahan pangan (BTP) dalam jajan sekolah telah melebihi batas aman serta cemaran mikrobiologi. Sedang berdasarkan pengambilan sampel pangan jajanan anak sekolah yang dilakukan di 6  ibu kota provinsi (DKI Jakarta, Serang, Bandung, Semarang, Yogyakarta dan Surabaya), ditemukan 72,08 persen positif mengandung zat berbahaya. Temuan lain yang lebih mencengangkan lagi, berdasarkan data kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan yang dihimpun oleh Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan- BPOM RI dari Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia pada tahun 2008-2010 menunjukkan bahwa 17,26-25,15 persen kasus terjadi di lingkungan sekolah dengan kelompok tertinggi siswa sekolah dasar (SD).[20]
Pada Mei 2012 didapatkan hasil pengujian atas sampel-sampel makanan jajanan anak sekolah (MJAS) yang kami lakukan dalam empat tahun terakhir, sekitar 20 persen mengandung bahan berbahaya," kata Direktur Pengembangan PT Saraswanti Anugerah Makmur, Dr M Edi Premono di Bogor. "Masalah ini harus menjadi perhatian kita bersama. Kita semua tentunya ngeri jika anak-anak-anak kita tiap hari mengkonsumsi makanan seperti itu," kata Edi usai acara penandatangangan kerja sama antara PT Saraswanti Anugerah Makmur dan PT Surveyor Indonesia (Persero) di gedung Laboratorium Keamanan Pangan SIG, Taman Yasmin, Bogor.[21]
Sejumlah pedagang jajanan mungkin hanya berpikir bagaimana agar jajanan yang dijualnya menarik perhatian pembeli. Penambahan pewarna menjadi salah satu upaya yang dilakukan. Padahal jika dikonsumsi dalam waktu lama akan sangat membahayakan kesehatan. Tak hanya sebabkan gangguan perut jika konsumsi berlebihan, tapi ada bahaya lain mengintai. Menurut Nisa, “Didalam dunia bisnis memang keuntunganlah yang ingin dicapai bagaimana pun cara nya, tanpa memikirkan dampak negative dari tindakan nya tersebut. Bicara soal sasaran jajanan tentulah anak-anak yang menjadi sasaran, karena anak-anak belum mengetahui apakah makanan atau jajanan yang mereka makan itu aman atau tidak. Untuk itu diperlukan pengawasan dan perhatian dari orang tua dan masyarakat sekitar. Dan tentunya harus ada kesadaran dan rasa kejujuran untuk para pedagang. Untuk dapat menjajakan makanan yang aman dan sehat untuk masyarakat”.[22]
Temuan zat berbahaya pada berbagai jajanan yang dijajakan di lingkungan sekolah plus hasil investigasi media atas penggunaan bahan makanan atau jajanan yang tidak higienis hendaknya menjadi perhatian bersama. Seluruh pemangku kepentingan harus simultan memberikan  edukasi  kepada orang tua, sekolah (guru, murid, pengelola kantin dan atau penjaja jajanan), dan masyarakat. Pemerintah dalam peringatan Hari Ulang Tahun Ke-10 BPOM 31 Januari 2012, mencanangkan "Gerakan Menuju Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman, Bermutu, dan Bergizi". Aksi Nasional Gerakan ini meliputi  promosi keamanan pangan melalui komunikasi, penyebaran informasi, dan edukasi bagi komunitas sekolah, termasuk guru, murid, orang tua murid, pengelola kantin sekolah, dan penjaja PJAS[23]. Langkah lain yang perlu terus distimulasi adalah peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam pengolahan dan penyajian PJAS yang benar, peningkatan pengawasan keamanan pangan yang dilaksanakan secara mandiri oleh komunitas sekolah, dan pemberdayaan masyarakat, termasuk penerapan sanksi sosial (social enforcement).[24]
Terlepas apakah ini ada ’unsur persaingan bisnis’ atau tidak, pemerintah Indonesia perlu kiranya dengan serius mengkaji kembali berbagai jenis bahan kimia yang dipakai dalam berbagai produk makanan yang dikonsumsi oleh rakyat Indonesia pada saat ini. Betapa selama ini rakyat kita kurang terlindungi dan banyak terpapar oleh berbagai bahan kimia yang berbahaya yang tercampur atau sengaja dicampurkan oleh produsennya ke dalam bahan makanan maupun minumannya. Jadi kalau ada negara maju di dunia yang menolak produk yang mengandung bahan kimia tertentu sebagai pengawet maupun zat tambahan lainnya, sementara di negara kita dibolehkan, berarti ada perbedaan persepsi mengenai akibat buruk yang mengancam sipemakainya bila mengkonsumsinya. Dalam hal ini, sepatut pemerintah juga mewaspadai, mengkaji ulang dan mengontrol ketat pemakaian produk tersebut di dalam negeri, walaupun sesuai regulasi masih dibolehkan. Jangan terlalu cepat membela diri, buru-buru mengklarifikasi dan bahkan mencurigai adanya pihak lain yang bermain di balik kasus ini dan cenderung mengalihkan perhatian dengan memunculkan kasus ’tandingan’ yang lebih menarik perhatian.
Menurut Presiden Susilo Bambang disela rapatnya, "Ini sebetulnya harus ada kerja sama antara orang tua dan sekolah untuk memberikan anak-anak pengertian dan mereka juga diajari untuk mengenali pangan dan jajanan yang sehat dan tidak sehat,".[25]Selain itu harusnya ini merupakan tanggungjawab pemerintah yang punya power dan kekuasaan untuk membolehkan ataupun melarang sesuatu digunakan di negeri ini. Di samping mengontrol kualitas bahan makanan yang beredar di pasaran, perlu juga dilakukan edukasi yang memadai terhadap para produsen rumahan ataupun industri kecil tentang pentingnya menjaga keamanan bahan pangan yang dihasilkan serta tidak menggunakan bahan kimia yang berbahaya sebagai bahan tambahan dalam produknya. Juga perlu sosialisasi kepada masyarakat bahwa makanan instan yang mengandung pengawet dan zat tambahan kimia lainnya, tidak baik untuk kesehatan bila dikonsumsi secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Sebaiknya tetap mengolah makanan secara alami dan bila perlu penyimpanan lebih lama gunakan bahan alam sebagai pengawetnya seperti jahe, kunyit, jeruk nipis, asam jawa, kitosan dan sebagainya. Perlu pemberian ilmu pengetahuan bahwa bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan akan terakumulasi di dalam tubuh, menimbulkan kerusakan pada hati, ginjal dan dalam jumlah tertentu akan memicu kanker. Untuk kegiatan ini pemerintah dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi farmasi maupun kedokteran, sehingga dengan pencerahan tersebut secara bertahap masyarakat akan lebih cerdas, bisa memilih mana yang aman dan tidak aman untuk dikonsumsi.
Oleh karena dengan adanya masalah penyalahgunaan bahan tambahan pangan pada jajanan anak ini, masyarakat diimbau untuk lebih waspada terhadap jajanan anak yang beredar disekitar sekolah dan lingkungan bermain anak. Peran pemerintah dalam masalah ini sangatlah penting, pemerintah harus sangat sensitif dalam penanganan masalah jajanan pangan karena jajanan pangan merupakan suatu hal yang paling dekat dengan kehidupan anak-anak di Indonesia. Selain itu pemerintah juga perlu memberikan pengarahan secara rutin kepada para penjaja makanan anak dan masyarakat akan bahaya dari bahan tambahan pangan yang tidak sesuai baik dari jenis maupun cara penggunaannya yang berlebihan. Pemerintah juga diimbau agar lebih peka terhadap keluhan dari masyarakat. Agar masalah dalam penyalahgunaan tambahan pangan pada jajanan anak sekolah dapat ditanggulangi dan tidak memakan korban. Hal ini berhubungan dengan pernyataan presiden bahwa Pemerintah, sekolah, dan jajaran Kementerian Kesehatan di seluruh daerah juga harus aktif untuk melakukan upaya menjamin keamanan atas pangan jajanan anak sekolah tersebut. Saya tidak senang kalau mendengar berita, menerima SMS, membaca koran, ada kasus-kasus keracunan anak sekolah kita, tolong itu diberantas dan dicegah sebaik mungkin.[26]
Peran pemerintah sebagai pemegang kebijakan sangatlah besar, masyarakat sangatlah perlu mendapatkan informasi-informasi yang terbilang awam khususnya di bidang pangan, karena hal ini dapat menekan jumlah pelanggaran tentang ketahanan mutu di Indonesia. Selain itu peran masyarakat juga sangatlah penting karena pada dasarnya masyarakat yang lebih sering dan berdekatan langsung dengan situasi dan kondisi di lingkungannya, sehingga jika terjadi pelanggaran masyarakat akan lebih peka dan waspada.

2.4 Peran Ahli Pangan dalam Ketahanan dan Keamanan Pangan yang ada di Indonesia.

Keberhasilan implementasi konsepsi ketahanan nasional sangan bergantung pada kelancaran pembangunan nasional di seluruh aspek kehidupan normal yang terintegrasi yang disusun, direncanakan, dan diprogram sesuai dengan politik dan strategi nasional, dan terjabarkan dalam kebijaksanaan dan strategi daerah yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan konstelasi geografi masing-masing daerah. Baik berupa peraturan daerah (Perda) maupun Rencana Strategi (Renstra) daerah.[27]
            Ahli Pangan mesti merasa berkewajiban untuk terlibat dalam isu-isu tentang pangan yang ada di masyarakat, hal ini paling tidak karena 3 alasan, yaitu:
1.      Ahli Pangan telah mendapat kesempatan mengenyam pendidikantinggi di bidang pangan, sehingga hal ini menuntut tanggungjawab moral bagi yang bersangkutan;
2.      Gagasan, pemikiran, dan aktivitas-aktivitas Ahli Pangansebetulnya dapat mempengaruhi terpenuhinya suplai pangan, kesehatan masyarakat, nilai ekonomi pangan, serta berbagaimacam regulasi pangan. Dengan demikian sangat logis apabilaAhli Pangan merasa berkewajiban supaya kegiatan-kegiatannyaditujukan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat luas;
3.      Apabila Ahli Pangan tidak terlibat dalam isu-isu tentang pangan,maka opini dari pihak lain akan menggantikan. Banyak di antaramereka itu sebetulnya kurang qualified untuk bicara tentang isu-isuyang berhubungan dengan pangan, bahkan tidak jarang yangsebetulnya sama sekali tidak qualified.[28]

2.4.1 Jenis Keterlibatan

            Ahli pangan harus mengusahakan bagaimana pengetahuanilmiah dapat diinterpretasikan dan dimanfaatkan oleh masyarakatluas. Meskipun Ahli Pangan tidak mempunyai input langsungterhadap suatu keputusan kebijakan, namun diharapkan pandangandan pemikirannya dapat didengar dan dipertimbangkan dalampembuatan keputusan.Beberapa aktivitas Ahli Pangan dapat dilakukan, antara lain:
1.      Partisipasi aktif dalam asosiasi profesi,
2.      Berperan dalam governmental advisory committee, jika diperlukan,
3.      Atas inisiatif pribadi melakukan kegiatan-kegiatan dalam kaitan dengan pengabdian pada masyarakat secara langsung.
Ada banyak organisasi profesi di Indonesia. Adapun organisasi profesi resmi bagi ahli pangan di Indonesia adalah Perhimpunan AhliTeknologi Pangan Indonesia, disingkat PATPI. Keanggotaan PATPI tidak hanya untuk mereka yang berlatar belakang pendidikan pangan saja, tetapi terbuka bagi semua peminat dan pemerhati pangan.[29]Peran ahli gizi sebagai suatu profesi dalam hal penelitian merupakan salah satu kompetensi yang harus dilakukan oleh ahli gizi. Seorang ahli gizi harus selalu melakukan penelitian-penelitian gizi guna untuk meningkatkan pengetahuan serta menemukan sesuatu yang baru untuk kepentingan bersama, dan melalui penelitiannya diharapkan  mampu meningkatkan status gizi pada masyarakat, serta memecahkan masalah gizi di masyarakat. [30]


BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Dari makalah yang telah di buat oleh penulis maka dapat disimpulkan bahwa penyalahgunaan bahan tambahan pangan di kalangan masyarakat Indonesia masih banyak dan masih tersebar bebas di wilayah wilayah tertentu, termasuk kota kota besar. Dalam hal ini pemerintah wajib meningkatkan usaha usaha untuk memberantas oknum oknum nakal yang masih saja menyalahgunakan bahan tambahan pangan.
Masyarakat terutama anak sekolah lah yang menjadi sasaran empuk bagi produsen produsen nakal. Di karenakan mereka belum paham mengenai dampak dari jajanan yang mereka konsumsi. Dalam hal ini produsen lah yang harus mengetahui dampak dampak dari bahan tambahan pangan yang mereka gunakan sehingga amanuntuk di konsumsi anak sekolah. Walaupun kasus jajanan anak sekolah ini bertitik berat pada produsen , tidak semua di salahkan kepada mereka karena banyak dari mereka yang tidak mengetahui dampak dari bahan tambahan pangan yang mereka gunakan. Begitu minimnya pengetahuan pedagang jajanan anak sekolah.
Jika dikaitkan dengan undang undang dasar 1945, maka hal ini diatur dalam pembukaan alinea ke empat. Dan dapat dilihat bahwa pada dasarnya negara indonesia ini belum sejahtera dan aman. Sejahtera disini bermakna sejahtera dalam segala hal salah satu nya adalah sejahtera dalam mendapatkan produk pangan dan dalam perekonomian. Dalam kasus ini sebenarnya bertitik berat pada kasus perekonomian rakyat indonesia, dimana mereka khususnya pedagang jajanan anak sekolah seperti yang kita ketahui bahwa kebanyakan dari mereka adalah golongan perekonomian kebawah. Sehingga wajar mereka kurang pengetahuan tentang bahan tambahan pangan dan mereka selalu ingin untung dalam segala kondisi dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang untuk menyambung hidup. Pemerintah lah dalam hal ini yang harus lebih memperhatikan masyarakat khususnya para pedagang jajanan anak sekolah sehingga mereka tidak menyalahgunakan bahan tambahan pangan yang berdampak pada generasi generasi muda.

3.2 Saran

Pemerintah lebih giat lagi dalam pengawasan jajanan anak sekolah di beberapa daerah di Indonesia. Sehingga resiko terjadiny penyakit penyakit akibat pangan jajanan anak sekolah dapat di turunkan. Lalu pemerintah mengadakan sosialisasi terhadap para pedagang jajanan anak sekolah mengenai dampak dari penyalahgunaan bahan tambahan pangan.


DAFTAR PUSTAKA

[Anonim].2011. Pengetahuan ibu tentang jajanan anak sehat.[pdf]
[Anonim].2011.Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi.[pdf]
[Anonim]. 2012. http://bali.antaranews.com. Kemkes Diminta Cegah Jajanan Berbahaya. (20 Februari 2013)
[Anonim]. 2012. http://www.deptan.go.id, (20 Februari 2013)
[Anonim]. 2012.  http://repository.usu.ac.id, (20 Februari 2013)
[Anonim].2011. Perlindungan hak konsumen terhadap jajanan anak sekolah. http://ianbachruddin.blogspot.com . (20 Februari 2013)
[Anonim].2012. pengawasan pangan jajanan anak sekolah dan sweeping pangan di pasar tradisional di kabupaten enrekang melalui sistem pengawasan berlapis. http://dkenrekang.wordpress.com/. (20 Februari 2013)
[Anonim].2012.http://www.ketahanan+pangan&oq=apa+itu+ketahanan+pangan(ACHMAD SURYANA). (20 Februari 2013)
Cahanar, P. & Suhanda, I., 2006.  Makan Sehat Hidup Sehat. Jakarta: Penerbit  Buku Kompas, 180-183
Cahyadi, W., 2009. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi  ke-2. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, 1-15, 254-260.
Djamaan, Akmal. 2012.  http://profakmaldjamaan.wordpress.com. Masyarakat Rentan Terpapar Bahan Kimia Berbahaya dalam Bahan Makanan. (20 Februari 2013)
Fennema, O.R., 1996. Introduction to Food Chemistry. FoodChemistry, Marcel Dekker, Inc. New York and Basel.
Ilahi kurnia.2001.Laporan Kejadian Luar Biasa.
Indriani, Ririn. 2012. http://m.beritasatu.com. Zat Berbahaya Dalam Jajanan Anak Cenderung Meningkat. (20 Februari 2013).
Marsma TNI (Purn) H.A. Gani Jusuf, S.IP. http://.lemhannas.go.id.
Niesa. 2012. http://niesamidori.blogspot.com. Kasus Etika Yang Ada Di Masyarakat. (20 Februari 2013).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1988.
Santoso, umar. 2009. Peranan Ahli Pangan dalam Mendukung Keamanan dan Kehalalan Pangan. Di dalam: Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Kimia Pangan dan Hasil Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 17 Februari.
Saparinto, C. & Hidayati, D., 2006.  Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta:  Kanisius, 57-67.
Yuliarti, N., 2007.  Awas! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Edisi pertama.  Yogyakarta: Penerbit Andi, 7-8, 31-44.
Zuraidah, Y., 2007. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan. Edisi ke-1. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, 2-18, 225-254.Formalin pada Pedagang Tahu di Pasar Flamboyan Kota Pontianak.Pannmed, 2 (1): 9-12.


LAMPIRAN

Lampiran 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Bagian Kedua Bahan Tambahan Pangan

Pasal 10
(1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan.
(2) Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 
Pasal 11
Bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan pangan, tetapi belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia, wajib terlebih dahulu diperiksa keamanannya, dan penggunaannya dalam kegiatan atau proses produksi pangan untuk diedarkan dilakukan setelah memperoleh persetujuan Pemerintah. 
Pasal 12
 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 



Lampiran 2

Pembukaan UUD 1945 
Republik Indonesia
Pembukaan UUD 1945
"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."

"Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."

"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya."

"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :
  Ketuhanan Yang Maha Esa,
  kemanusiaan yang adil dan beradab,
  persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
  serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."


Lampiran 3






 






















                                                                                                         


Oleh:
SJMP/A
Siti Rahayu R.H                      J3E111024
Ardam Satria                           J3E111054
Zahra Ainnurkhalis                 J3E111079
Devi Ratnaningrum                 J3E111109
Rizki Rhamadina Hanuji         J3E111138



[1]Kutipan ini diambil dari http://www.deptan.go.id yang berjudul “PROGRAM PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN”.
[2] Kutipan ini diambil dari artikel yang berjudul “ Pengawasan Jajanan Anak Perlu Ditingkatkan”.
[3] Kutipan ini diambil dari http://repository.usu.ac.id
[4] Kutipan ini diambil dari http://repository.usu.ac.id
[5] Kutipan dari pembukaan UUD 1945 alinea ke-4
[6]Kutipan ini diambil darihttp://arali2008.wordpress.com/2010/10/19/sejarah-perkembangan-ilmu-gizi/ yang berjudul “PERAN AHLI GIZI SEBAGAI SUATU PROFESI DALAM HAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ILMU GIZI”.
[7] Kutipan dari pembukaan UUD 1945 alinea ke-4
[8]Kutipan ini diambil dari buku “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan”.
[9]Kutipan ini diambil dari buku “Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan”.
[10] Kutipan ini diambil dari buku yang berjudul “Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan”.
[11] Kutipan ini diambil dari buku yang berjudul “ Bahaya di Balik Lezatnya Makanan”.
[12] Kutipan ini diambil dari buku yang berjudul “Makan Sehat Hidup Sehat”.
[13] Dikutip dari artikel rencana aksi nasional pangan dan gizi
[14] Dikutip dari artikel Pengetahuan ibu tentang jajanan anak sehat
[16] kutipan dari http://dkenrekang.wordpress.com/ yang berjudul pengawasan pangan jajanan anak sekolah dan sweeping pangan di pasar tradisional di kabupaten enrekang melalui sistem pengawasan berlapis
[17] kutipan dari http://dkenrekang.wordpress.com/ yang berjudul pengawasan pangan jajanan anak sekolah dan sweeping pangan di pasar tradisional di kabupaten enrekang melalui sistem pengawasan berlapis
[18] Di kutip dari artikel http://ianbachruddin.blogspot.com perlindungan hak konsumen terhadap jajanan anak sekolah
[19] Di kutip dari laporan kejadian luar biasa
[20]Kutipan dari http://profakmaldjamaan.wordpress.com yang berjudul Masyarakat Rentan Terpapar Bahan Kimia Berbahaya dalam Bahan Makanan.
[21]Kutipan penyataan Dr M Edi Premono pada artikel yang berjudul Zat Berbahaya Dalam Jajanan Anak Cenderung Meningkat.
[22]Kutipan dari artikel http://niesamidori.blogspot.com yang berjudul Kasus Etika yang Ada di Masyarakat.
[23]PJAS adalah singkatan dari Pangan Jajanan Anak Sekolah
[26]Kutipan pernyataan presiden Susilo Bambang Yudhoyono setelah rapat koordinasi upaya peningkatan pembangunan di bidang kesehatan dengan jajaran Kementerian Kesra di gedung Kementerian Kesehatan di Jakarta dalam artikel yang berjudul Kemkes Diminta Cegah Jajanan Berbahaya.
[27] Marsma TNI (Purn) H.A. Gani Jusuf, S.IP
[28] Fennema, O.R., Introduction to Food Chemistry
[29]Prof. Dr. Ir. Umar Santoso, M.Sc .
[30]kepmenkes nomer 347 tahun 2007

1 komentar: